Tokoh Masyarakat Lermatang : Harga Tanah Tak Ada Kaitannya Dengan INPEX

Saumlaki, indonesiatimur.co – Bisnis eksplorasi gas onshore Blok Masela, tentu saja memerlukan pelabuhan tersendiri untuk pelayanan logistiknya. Perlu lokasi yang strategis dan aman untuk mengelola barang logistik bagi kegiatan pengeboran, pembangunan struktur anjungan (rig) lepas pantai, selain kilang untuk LNG, yang mengubah gas alam dalam bentuk cair agar mudah ditransportasikan. Pilihan lokasi itulah yang jatuh ke Pulau Nustual yang bentuk pulaunya mirip badan Ikan Paus ini.

Sementara persoalan tentang harga tanah di Pulau Nustual yang berada di wilayah Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku ini, masih saja hangat diperbincangkan berbagai pihak, pasca ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) sebesar Rp14 ribu per meter persegi ini, lantas menuai komentar dari salah satu Tokoh Masyarakat (Tomas) Desa Lermatang, Abraham Rangkoly (62).

Saat dihubungi media ini pada Kamis (09/12/2021), Rangkoly mengungkapkan bahwa sebelum penetapan harga tanah oleh pihak KJPP dan P2T tersebut, telah ada musyawarah yang dilakukan masyarakat Lermatang sebelumnya yang menyepakati harga tanah dengan nilai Rp1 juta per meter perseginya. Selain itu dirinya menegaskan bahwa persoalan tentang harga tanah, tidak ada kaitannya dengan pihak INPEX. Dirinya bahkan menyesalkan tentang pertemuan yang dilakukan KJPP, P2T, bersama beberapa marga dari desanya yang tidak mengatasnamakan masyarakat Desa Lermatang dan anehnya, rapat tersebut hanya dilakukan satu kali dan kemudian menghasilan keputusan yang mengagetkan masyarakat di Desa Lermatang.

“Bagi saya pribadi, harga sebagaimana diinginkan masyarakat itu sah-sah saja. Karena itu aspirasi, ya silahkan. Tetapi rasionalnya, minimal data pembandingnya menggunakan harga tanah di Tuban dengan alasan bahwa tanah Tuban itu juga untuk kepentingan migas,” ungkap Rangkoly.

Dirinya menilai, tak masuk akal jika harga pasaran masyarakat, kemudian dijadikan sebagai data pembanding oleh KJPP dan P2T. Menurutnya, ketika masyarakat sedang membutuhkan uang atau biaya untuk melangsungkan hidupnya, sangat wajar jika harga tanah kemudian dinegosiasikan bersama pihak pembeli dan berada dibawah standard.

“Logikanya begini, ketika masyarakat lagi butuh duit yang kita sendiri tidak tahu, ya wajar saja tetapi itu tidak bisa dijadikan rujukan. Kan rapat itu hanya sekali, dan hanya dengan beberapa marga. Kita tidak sangkali kalau di Pulau Nustual itu ada beberapa marga yang berkebun di sana. Kalau kemudian tanah tempat di mana mereka berkebun diklaim sebagai milik silahkan saja, tetapi Pulau Nustual itu aset Desa Lermatang,” katanya lagi.

Ia menambahkan, dari permasalahan yang ada, maka kesimpulannya harga tanah sebesar Rp14 ribu tersebut ditolak oleh masyarakat di desa itu.

Disinggung juga oleh Rangkoly, soal program pemberdayaan yang dilakukan INPEX melalui LSM PITA, dengan tegas ia menyampaikan jika penetapan harga tanah tak ada hubungannya dengan program-program pemberdayaan kepada masyarakat yang selama ini sudah, sedang, dan yang akan dilakukan. Justru sebagai Tomas asal desa matahari terbit ini, ia mengatakan bahwa seluruh masyarakat desa patut memberikan apresiasi kepada INPEX atas berbagai program pemberdayaan yang selama ini sudah dilaksanakan dan telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Harga tanah ini kan ditetapkan KJPP dan P2T, sementara program-program INPEX ini sudah atau sedang berjalan dan akan dijalankan selanjutnya. Karena itu saya tegaskan bahwa program pemberdayaan INPEX tetap jalan karena membawa manfaat yang besar bagi masyarakat di Desa Lermatang. Justru kita beri Apresiasi buat program-program yang selama ini sudah dilaksanakan dan sudah banyak dirasakan manfaatnya,” tutup Rangkoly. (it-03)