Ikhsan: Konversi Minyak Tanah ke Gas di Ambon Harus Berbasis Kepentingan Rakyat

Ambon, indonesiatimur.co– Baru-baru ini Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena mengumumkan dalam waktu dekat akan dibuat peralihan atau konversi dari penggunaan minyak tanah (mitan) ke gas elpiji.

Hal itu menurut Bodewin lantaran produksi minyak tanah sudah semakin sedikit.

“Dan karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita selain mengalihkan minyak tanah ke gas elpiji,” kata Wattimena, Senin (08/05/2023) kepada media.

Rencana konversi atau peralihan ini memang sudah lama, tapi belum berjalan karena berbagai alasan. Namun rencana tersebut justru mendapat tanggapan serius dari Maluku Crisis Center (MCC).

Direktur MCC Ikhsan Tualeka menyambut baik rencana itu, tapi mengingatkan Pemerintah Kota Ambon (Pemkot) agar dalam melakukan konversi tetap mempertimbangkan realitas dan kondisi di masyarakat.

Termasuk pula aspek keadilan kepada berbagai pihak. Karena bagaimanapun kemampuan konsumsi masyarakat tidak bisa digeneralisasi, atau disamakan.

“Tidak semua masyarakat mampu membeli tabung gas elpiji ukuran besar atau 12 kg. Sementara kalau minyak tanah masyarakat sudah terbiasa membeli secara eceran dan menyesuaikan dengan isi kantong mereka,” sebut Ikhsan.

Apalagi minyak tanah itu mendapat subsidi dari pemerintah. “Apakah nanti ada tabung gas elpiji 3 kg di Ambon, dan kalau ada, apakah juga diberikan disubsidi, ini yang harus dijelaskan juga oleh Pemkot Ambon,” tanya Ikhsan.

Maluku ini masuk wilayah miskin, pemerintah harus adil menyikapinya, jangan sampai misalnya di Jawa pengguna gas elpiji, khususnya 3 kg diberikan subsidi, di Maluku justru tidak, sementara masyarakat terkesan dipaksa beralih dari mitan ke gas elpiji.

“Belum lagi dengan usaha kecil atau agen yang selama ini menjual minyak. Karena mereka akan kena dampak konversi. Selain konversi perlu disesuaikan dengan daya beli masyarakat, agen pengecer mitan juga harus diperhatikan,” harap ikhsan.

Karena faktanya, para agen yang selama ini menjual mitan bersubsidi mengeluh, mereka seperti dipaksa menjadi pengecer gas elpiji, sementara agen penjual gas elpiji yang ditunjuk Pertamina, tinggal mengambil keuntungan dari mereka.

“Padahal, dari informasi yang didapat, sebelumnya agen-agen minyak tanah sudah dijanjikan Pertamina akan diangkat menjadikan agen gas elpiji bersubsidi tapi kenyataan tidak jelas”, kata Ikhsan..

Ikhsan menyampaikan, sejumlah agen mitan mengaku sudah siap berinvestasi dan beralih menjadi agen elpiji dengan menyediakan lahan untuk gudang gas elpiji.

“Tapi kenyataannya Pertamina justru tidak konsisten, dan terkesan membangun komitmen baru dengan pihak lain. Pupus harapan para agen mitan, padahal mereka ini perintis dan mitra Pertamina, sama-sama membangun Pertamina di Maluku”, jelas Ikhsan.

Harus pula disadari, kata Ikhsan, subsidi mitan itu berasal dari pemerintah kepada masyarakat, bukan dari Pertamina. Posisi Pertamina itu hanya sebagai penyalur mitan bersubsidi pada masyarakat melalui para agen.

“Jangan Pertamina justru memakai kapasitas mereka tunjuk untuk memaksa masyarakat membeli elpiji non subsidi, yang notabene agen elpiji nonsubsidi itu diangkat oleh pihak Pertamina”, ungkap Ikhsan.

Menurutnya, bagaimanapun, kondisi di Maluku, dalam hal ini di Kota Ambon harus dilihat secara proporsional dan objektif. Konversi minyak tanah ke gas adalah satu keniscayaan, tapi harus dilakukan dengan baik.

“Jangan terkesan memaksakan program berjalan, misalnya hanya untuk menunjukan ada prestasi dari pimpinan Pertamina yang bertugas di Ambon tapi setelah mereka pindah jadi masalah baru dan masyarakat atau daerah yang harus menanggungnya”, jelas Ikhsan mengingatkan.

Sebelumnya, seperti dilansir dari rmol.id, pemerintah diminta tidak mengurangi kuota penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT), terutama minyak tanah di Maluku.

Anggota Komisi VII DPR RI Mercy Chriesty Barends menyampaikan permintaan itu, setelah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengurangi jatah minyak tanah di Provinsi Maluku sebanyak 3.226 kiloliter, sehingga total kuota hanya mencapai 102.774 kiloliter.

Mercy mengatakan, persoalan ini telah disampaikan langsung saat berkoordinasi dengan Kepala BPH Migas dan Sales Area Manager Retail PT Pertamina MOR VIII Maluku-Papua dalam agenda reses 10 Maret 2022 lalu.

“Saya sudah sampaikan kepada pihak-pihak terkait untuk tetap mempertahankan kuota mitan dikembalikan ke kuota lama tahun 2021 atau dinaikan sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Mercy dalam keterangannya kepada media.

Legislator PDI Perjuangan ini menegaskan, dalam rangkaian pembahasan sampai dengan penetapan subsidi energi untuk tahun ini, telah diputuskan total subsidi yang dianggarkan oleh Kementerian ESDM mencapai Rp 134 triliun. Atau naik tipis dari Rp 131,5 triliun di tahun lalu.

Sedangkan, untuk pos subsidi Migas dan LPG turun dari Rp 83,7 triliun tahun lalu, menjadi Rp 77,5 triliun di 2022. Sedang pos Listrik, naik menjadi Rp 56,5 triliun dari sebelumnya Rp 47,8 triliun.

“DPR dan pemerintah menyepakati subsidi tetap minyak solar adalah Rp 500 per liter, lalu terdapat alokasi kurang bayar sebesar Rp 10,17 triliun,” terangnya.

“Selain itu, Banggar DPR menyepakati volume LPG yang mendapatkan subsidi adalah 8 juta MT. Sementara untuk mitan dari tahun 2021 kuota sebesar 500.000 kl turun menjadi 480.000 kl karena beberapa daerah mulai masuk skema konversi mitan ke gas,” jelas Mercy.

Soal kuota minyak tanah, kata Mercy, hal tersebut harus diperhatikan mengingat Provinsi Maluku belum masuk pada skema konversi mitan ke gas. Tidak hanya Maluku, tetapi sebagian besar kawasan timur Indonesia belum masuk pada skema itu.

“Kalau kita hilangkan subsidi mitan, artinya terjadi ketidakadilan dan diskriminasi energi yang luar biasa antara kawasan barat dan timur. Masyarakat KTI akan balik ke zaman dulu,” pungkasnya. (it-10)