Namlea, indonesiatimur.co — Kepala Unit Pelaksana Proyek (UPP) PLN Maluku, Ismail Hartanto, memaparkan perkembangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 6 Lea 10 MW di Pulau Buru, Sabtu (25/10/2025).
Penjelasan itu disampaikan dalam kegiatan kunjungan lapangan yang turut dihadiri oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Maluku mewakili Gubernur Maluku, Wakil Bupati Buru, Sekda, anggota DPRD, serta sejumlah pejabat daerah dan unsur TNI/Polri.
Dalam paparannya, Ismail menjelaskan bahwa proyek PLTMG 6 Lea menggunakan tiga unit mesin Hyundai tipe 9H35DR dengan konfigurasi dua mesin di blok pertama dan satu mesin di blok kedua.
“Pembangkit ini menggunakan sistem dual fuel, sehingga dapat beroperasi menggunakan HSD maupun gas. Ke depan, PLN berencana membangun instalasi gas agar pembangkit dapat beroperasi sepenuhnya dengan bahan bakar gas,” ungkap Ismail.
Ia menambahkan, total daya output pembangkit mencapai 11,7 MW (gross output) dengan masing-masing unit berkapasitas 4,17 MW. Energi listrik nantinya akan disalurkan melalui jaringan 20 kV menuju Bindu-Bindu, berfungsi sebagai pembangkit beban dasar (base load) yang diharapkan dapat beroperasi 24 jam penuh.
“Apabila beban sistem melebihi kapasitas mesin ini, maka akan disokong oleh pembangkit lain di Namlea,” jelasnya.
Hingga saat ini, progres pembangunan proyek PLTMG tersebut telah mencapai 50,58 persen untuk lingkup Engineering, Procurement, and Construction (EPC).
Seluruh mesin, kata Ismail, telah berada di lokasi dan sudah terpasang di atas pondasi (on foundation).
“Rencananya, kegiatan konstruksi akan dilanjutkan pada tahun 2026, dan pada 2027 pembangkit ini diharapkan sudah masuk ke sistem kelistrikan,” katanya.
Ia menegaskan, PLN Pusat kini tengah menyiapkan mekanisme dan skema kelanjutan proyek agar dapat segera beroperasi dan memberikan manfaat bagi masyarakat Pulau Buru.
Sementara itu, tokoh masyarakat Pulau Buru, Jafar Nurlatu, menilai penjelasan pihak PLN belum menyentuh akar persoalan terkait mangkraknya proyek PLTMG 6 Lea selama hampir satu dekade.
“Penjelasan dari pejabat PLN tidak menjelaskan apa sebenarnya masalah utama sehingga proyek ini tidak berfungsi hampir 10 tahun,” ujar Jafar.
Ia juga menyoroti adanya dugaan indikasi korupsi dalam proyek tersebut. Menurutnya, penegakan hukum belum berjalan tuntas.
“Proyek ini diduga sarat korupsi. Baru Fery Tanaya yang ditahan, sementara pihak pelaksana lainnya belum tersentuh hukum,” tegasnya.
Jafar menambahkan, saat kunjungan Wakil Presiden RI ke Ambon, pihak PLN Maluku seharusnya menyampaikan kondisi proyek PLTMG 6 Lea agar mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat.
“Proyek strategis nasional (PSN) ini justru merugikan negara dan masyarakat Pulau Buru karena tidak berjalan sebagaimana mestinya,” katanya.
Ia pun meminta perhatian dari Jaksa Agung yang saat ini sedamg berkunjung ke Maluku agar meminta Kejaksaan Tinggi Maluku untuk membuka kembali dan memproses ulang kasus tersebut serta serius menanganinya, karena pihaknya mengaku telah mengumpulkan sejumlah data untuk dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami sudah hampir rampung mengumpulkan data. Kami juga berterima kasih kepada Asisten II Setda Provinsi Maluku yang sudah datang langsung melihat proyek PSN yang penuh persoalan ini,” pungkasnya. (it-02)

