DP3AP2KB KKT dan BKKBNP Promal Gelar Rakor TPPS, Targetkan 8 Aksi Konvergensi

Saumlaki, indonesiatimur.co
Dalam upaya menurunkan angka masalah penderita gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang pada anak atau sering disebut dengan istilah ‘Stunting’, khususnya di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), maka Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) KKT bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Maluku, dan Dinas Kesehatan setempat, menggelar Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (Rakor TPPS) yang berlangsung di Pendopo Bupati setempat, Senin (05/06/2023).

Dalam Rakor TPPS tersebut, terdapat 8 Aksi Konvergensi yang merupakan bagian dari rencana target yang hendak dicapai dalam upaya menurunkan angka stunting di bumi Duan Lolat ini. Kedelapan aksi konvergensi dimaksud terdiri dari proses analisa situasi, perencanaan kegiatan, rembug stunting, adanya peraturan bupati tentang peran desa, adanya kader pembangunan manusia, tersedianya manajemen data, adanya pengukuran dan publikasi, serta review kinerja tahunan.

Rencana target tersebut adalah suatu bentuk intervensi yang akan dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan secara bersama-sama dengan cara menyasar kelompok sasaran prioritas yang berada di daerah pedesaan untuk mencegah stunting, mengingat sesuai data yang ada, kondisi stunting di Kepulauan Tanimbar di tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 31,5 persen dari 25,1 persen di tahun 2021, atau naik sebanyak 6,4 point dari tahun sebelumnya.

Menurut data itu, KKT sendiri berada di posisi paling teratas untuk angka penderita stunting nasional maupun pada tingkat Provinsi Maluku, sehingga dari fakta tersebut menunjukan bahwa perlu adanya integrasi dan sinergitas antar sektor dan pemangku kepentingan lainnya dalam menekan tingginya angka kasus stunting tersebut.

Melalui sambutannya dalam Rakor dimaksud, Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Maluku, Sharles Brabar, mengatakan bahwa kasus stunting menjadi fokus perhatian yang perlu dilakukan penanganan untuk pencegahannya. Oleh karena itu, pihak BKKBN Perwakilan Provinsi Maluku telah berkoordinasi bersama Penjabat Bupati selaku Ketua TPPS KKT untuk awalnya dapat melakukan 3 hal paling mendasar, yakni bagaimana memperbaiki inflasi daerah, keluar dari predikat kemiskinan ekstrim, dan yang terutama adalah perangi stunting untuk menjadi suatu perhatian yang sangat urgent untuk segera dibenahi secara bersama.

“Langkah-langkahnya sudah kita bicarakan dengan pak Penjabat dan mudah-mudahan beliau bisa konsentrasi penuh. Tinggal bagaimana kita semua bisa berkolaborasi untuk mendongkrak peningkatannya pada tahun 2023 ini yang tersisa beberapa bulan kedepan. Langkah-langkah ini juga akan dibackup oleh Kadis Kesehatan bersama Bappeda,” ungkap Sharles.

Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar yang berkesempatan memberikan sambutannya yang dibacakan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Buce Kelwulan, mengatakan bahwa Stunting merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menuju SDM unggul Indonesia maju, sehingga pemerintah telah menetapkan Stunting sebagai isu akreditas nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dengan target penurunan Stunting yang signifikan dari kondisi di KKT 25,11 persen dan direncanakan pada tahun 2024 penurunannya ke angka 14 persen.

Dikatakan Kelwulan, dari upaya pencapaian target tersebut, juga telah ditetapkan sasaran dan strategi nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang memuat rencana aksi nasional percepatan penurunan Stunting Indonesia yang harus dilaksanakan oleh berbagai pihak di seluruh daerah.

“Selama ini, berbagai program terkait penurunan Stunting telah dijalankan oleh SKPD sesuai tupoksinya, namun yang jadi tantangan adalah bagaimana memastikan seluruh program giat itu diterima oleh rumah tangga sasaran, serta dapat dilaksanakan dan dimanfaatkan secara optimal sehingga berkontribusi pada penurunan prevalensi Stunting. Program itu salah satunya Pemda telah canangkan Gerakan Sweri Stunting (GESIT) berupa Rumah Singgah, Gerakan Penanaman Kelor di seluruh wilayah KKT, serta Gerakan Orang Tua Asuh,” ungkap Kelwulan.

Ia menambahkan, Rakor tersebut bertujuan memperkuat komitmen dari seluruh stakeholder, mulai dari kabupaten sampai desa untuk melakukan upaya konvergensi percepatan penurunan Stunting di wilayah masing-masing, karena konvergensi membutuhkan sinergitas antara berbagai pihak. Menurutnya, sinergitas antar stakeholder adalah kunci keberhasilan pelaksanaan percepatan penurunan Stunting, baik itu intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif yang difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan.

“Saya harapkan seluruh TPPS, baik di tingkat kabupaten sampai di desa serta para mitra kerja agar berperan aktif, sehingga Rakor ini dapat menghasilkan pikiran-pikiran yang terintegrasi secara utuh dan menyeluruh,” pungkas Kelwulan mengakhiri sambutannya, sekaligus membuka dengan resmi kegiatan Rakor.

Dalam materi yang disampaikan, tahun 2022 lalu, di Tanimbar terdapat 13 desa yang telah menjadi lokasi fokus (lokus) penanganan stunting. Yang menjadi kelompok sasaran saat itu yakni kelompok remaja, kelompok calon pengantin, kelompok ibu hamil dan ibu menyusui, serta kelompok anak usia 0 sampai 59 bulan. Kini, jumlah lokus di KKT dalam tahun 2023 ini kemudian bertambah jumlahnya, yakni sebanyak 16 lokus.

Dipaparkan terperinci dalam Rakor dimaksud, terdapat beberapa isu permasalahan yang dapat menyebabkan bertambahnya angka stunting. Yang pertama adalah dari aspek tata kelola. Dalam aspek ini, dari sisi perencanaannya terdapat beberapa faktor, yakni kurangnya pengetahuan aparatur desa terkait stunting; belum tersedianya anggaran operasional TPPS tingkat desa dan kecamatan; koordinasi TPPS tingkat desa ke kecamatan maupun dengan kabupaten belumlah optimal; serta terbatasnya tenaga kesehatan (nakes) di bidang Gizi, Bidan, dan Kesehatan Lingkungan. Sedangkan dari sisi implementasi, penyebabnya adalah terbatasnya anggaran bagi peningkatan kapasitas nakes dan kader untuk pendampingan dan pengukuran balita stunting; dan juga kondisi geografis yang terdiri dari kepulauan dan terbatasnya transportasi laut, menjadi penyebab tersendatnya akses pelayanan kesehatan. Sementara dari sisi monitoring dan evaluasi, terdapat permasalahan rendahnya aktivitas monitoring terintegrasi TPPS kabupaten ke desa lokus lantaran terbatasnya anggaran dan kondisi geografis desa lokus yang ada di pulau-pulau.

Isu permasalahan kedua, yakni dari aspek intervensi spesifik pada sektor kesehatan. Terdapat rendahnya konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri yang disebabkan kurangnya sosialisasi nakes pada siswa-siswi SMU atau SMK; rendahnya tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang pentingnya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan Pendamping (MP) ASI serta masih kurangnya promosi dan konseling pemberian ASI ekslusif dari nakes, rendahnya penanganan gizi buruk bagi bayi/balita oleh nakes karena hilangnya status BPJS keluarga; rendahnya pemberian makanan bagi ibu hamil dan MP ASI yang belum sesuai rekomendasi.

Isu permasalahan ketiga, yakni dari aspek intervensi sensitif pada sektor non kesehatan, dimana terdapat cakupan kelayakan akses penyediaan air limbah domestik yang rendah, yaitu pada sebanyak 24,62 persen atau 6.432 unit rumah; masih diperlukan dukungan anggaran untuk bantuan peningkatan cakupan rumah layak huni bagi masyarakat miskin, dimana data per tahun 2021 telah dibangun 3.654 unit atau 73,08 persen; kemudian cakupan KB, dimana akses pelayanan KB ke pulau-pulau masih sulit karena sarana transportasi minim, sarana prasarana terbatas, serta belum optimalnya penyuluhan oleh nakes, KB, dan partisipasi Tokoh Agama.

Sementara itu, Kepala Dinas P3AP2KB KKT, Elisabeth I. Werembinan, S.E., M.T., yang sekaligus selaku Sekretaris TPPS KKT, berharap kedepannya ada kerjasama di antara seluruh sektor dan para pemangku kepentingan untuk melaksanakan aksi bersama, dalam hal penurunan angka kasus stunting. Dikatakan bahwa kerjasama tersebut membutuhkan komitmen bersama untuk melaksanakan rencana aksi penurunan stunting yang telah tertuang dalam Perpres nomor 72 tahun 2021.

“Ini sebenarnya dilakukan secara terpadu oleh masing-masing SKPD. Karena dalam rencana aksi penurunan stunting itu, juga sudah termuat apa yang perlu dilakukan, targetnya berapa, dan dilakukan oleh pihak siapa. Itu sudah ada di rencana aksi dan tinggal masing-masing SKPD melaksanakan sesuai Perpres itu saja,” jelas Werembinan.

Turut hadir dalam kegiatan Rakor, selain Kepala BKKBNP Promal dan Asisten II Setda KKT, yakni Ketua TP-PKK KKT Ny. Renny Matrutty/Moriolkossu, Tim PPS tingkat KKT yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perikanan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas P3AP2KB, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Direktur RSUD dr. P. P. Magretti, perwakilan Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki, serta tamu undangan lainnya. (it-03)