MBG: Investasi “Data-Driven” bagi IPM Maluku
Oleh: Edwin Gerard Radjulan, S.Si.
Statistisi Ahli Muda
Tim Analisis Statistik Lintas Sektor
BPS Provinsi Maluku
Korelasi Gizi, Kehadiran Sekolah, dan Indikator Pendidikan
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi yang signifikan untuk mempengaruhi indikator pendidikan di Maluku. Secara statistik, program penyediaan makanan di sekolah telah terbukti efektif di berbagai negara (India dengan Midday Meal Scheme, Brasil melalui Programa Nacional de Alimentação Escolar, dan Korea Selatan dengan Free School Meal Program) dalam meningkatkan kehadiran siswa serta menurunkan angka putus sekolah, terutama di daerah yang mengalami kerentanan gizi dan ekonomi tinggi. Logika yang mendasarinya cukup sederhana: anak-anak yang mendapatkan asupan gizi yang memadai (tidak merasa lapar) cenderung lebih sehat, lebih fokus saat belajar, dan memiliki motivasi tambahan untuk hadir di sekolah. Peningkatan kehadiran ini menjadi dasar penting untuk memperbaiki indikator pendidikan formal.
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM dinilai berdasarkan tiga dimensi: Kesehatan (Umur Harapan Hidup), Pendidikan (HLS dan RLS), serta Standar Hidup Layak (Pengeluaran per Kapita Disesuaikan). Peningkatan HLS dan RLS sebagai akibat dari MBG akan secara langsung meningkatkan komponen pendidikan dalam perhitungan IPM Maluku. Selain itu, MBG juga berpotensi mempengaruhi dua komponen IPM lainnya:
1. Kesehatan: Makanan bergizi dapat meningkatkan status gizi serta daya tahan tubuh siswa, yang dalam jangka panjang berkontribusi terhadap peningkatan Angka Harapan Hidup.
2. Standar Hidup Layak: Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi anak di sekolah, beban pengeluaran keluarga dapat berkurang sehingga dana dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain. Hal ini secara agregat dapat berdampak positif pada Standar Hidup Layak masyarakat.
Dengan demikian, MBG merupakan investasi multifaset yang bertujuan untuk meningkatkan IPM melalui ketiga dimensi tersebut, dengan dampak paling langsung pada dimensi Pendidikan.
Potensi Dampak pada Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) di Maluku
Dampak langsung dari peningkatan kehadiran dan konsentrasi belajar ini akan tercermin pada dua indikator utama dalam komponen pendidikan IPM: Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS). HLS mengukur berapa lama anak usia tujuh tahun diharapkan akan menjalani pendidikan formal di masa depan. Jika anak-anak Maluku semakin rajin bersekolah dan kemungkinan mereka untuk putus sekolah berkurang karena MBG, maka nilai HLS diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, RLS mengukur rata-rata jumlah tahun pendidikan yang telah dilalui oleh penduduk usia 25 tahun ke atas. Kenaikan RLS merupakan dampak jangka panjang; anak-anak yang saat ini aktif bersekolah berkat MBG akan memiliki rata-rata tahun pendidikan yang lebih tinggi saat mencapai usia 25 tahun ke atas, sehingga RLS Provinsi Maluku secara bertahap akan meningkat. Saat ini, RLS Provinsi Maluku masih perlu ditingkatkan (misalnya, pada tahun 2025, masih ada kabupaten yang tercatat RLS < 9 tahun). Oleh karena itu, MBG menjadi intervensi yang relevan untuk mendorong perbaikan ini.
Analisis Titik Awal MBG di Maluku
1. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Maluku 10,51 tahun.
Nilai RLS sebesar 10,51 menunjukkan bahwa meskipun IPM Maluku tercatat dalam kategori tinggi, rata-rata tingkat pendidikan formal penduduk dewasa masih berada pada level sekolah menengah atas. Tujuan MBG adalah memastikan anak-anak menyelesaikan pendidikan mereka saat ini. Kenaikan RLS akan menjadi dampak jangka panjang setelah generasi penerima MBG tumbuh dewasa selama 15-20 tahun ke depan. Target operasional MBG harus fokus pada penurunan angka putus sekolah dari SD hingga SMA agar nilai RLS masa depan mendekati nilai HLS saat ini, yaitu 14,10 tahun.
2. Harapan Lama Sekolah (HLS) Maluku 14,10 tahun.
Nilai HLS sebesar 14,10 menunjukkan optimisme masyarakat Maluku terhadap jenjang pendidikannya. Nilai HLS yang tinggi perlu dipertahankan jika MBG terbukti mampu meningkatkan kehadiran anak-anak serta konsentrasi belajar dan hasil akademik mereka (maka HLS bisa stabil atau bahkan meningkat lebih lanjut). Tersedianya makanan bergizi bertindak sebagai “penarik” bagi keluarga untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang tertinggi sesuai harapan mereka. Perlambatan pertumbuhan HLS Maluku (hanya naik 0,01 poin dari tahun 2024 ke 2025) menunjukkan bahwa intervensi seperti MBG sangat diperlukan untuk merangsang kembali indikator tersebut.
Peran Kunci MBG dalam Mengurangi Kesenjangan Statistik di Maluku
1. Intervensi di Daerah Kritis (Kabupaten dengan IPM Sedang) 2025. Di daerah-daerah dengan kategori IPM “Sedang” atau dengan RLS kurang dari sembilan tahun seperti Buru Selatan, peran MBG bukan hanya sekadar memberikan tambahan gizi tetapi juga sebagai strategi bertahan hidup serta insentif bagi kehadiran siswa. Di wilayah-wilayah tersebut, ketahanan pangan sering kali menjadi masalah utama. Oleh karena itu, makanan gratis di sekolah dapat menjadi faktor penentu bagi anak-anak dalam melanjutkan pendidikan mereka.
2. Optimalisasi Investasi pada HLS Tinggi 2025. Sebaliknya, bagi daerah-daerah dengan IPM “Tinggi” dan HLS baik (seperti Kota Ambon dan Maluku Tengah) dengan nilai HLS sebesar 14,68-16,09. Program MBG harus difokuskan pada peningkatan kualitas output pendidikan guna memastikan bahwa tingginya HLS benar-benar tercermin dalam pencapaian pendidikan yang substansial.
3. Masalah Gizi Ganda dan Konteks Kepulauan Maluku merupakan provinsi kepulauan: kondisi ini membuat masalah logistik serta kualitas makanan sangat mempengaruhi efektivitas program MBG. Tantangan utama adalah menghindari masalah Gizi Ganda (kekurangan nutrisi sekaligus obesitas) yang kerap muncul seiring peningkatan pendapatan masyarakat. Program MBG harus dirancang dengan menu berbasis sumber daya lokal seperti ikan/hasil laut kaya nutrisi mikro. Jika standar gizi diterapkan secara ketat, dampaknya tidak hanya terlihat dalam peningkatan RLS dan HLS, tetapi juga dimensi kesehatan IPM melalui pengurangan penyakit terkait gizi kronis.
Kesimpulan
Secara statistik: MBG merupakan mekanisme pemerataan pembangunan akar masalah rendahnya tingkat pendidikan, yang direpresentasikan oleh kelaparan dan minimnya kehadiran. Melalui stabilisasi kehadiran dan peningkatan kemampuan belajar, MBG secara bertahap akan meningkatkan:
. Mendorong daerah-daerah dengan IPM rendah ke kategori tinggi
. Meningkatkan RLS di daerah-daerah kritis di mana RLS < 9 tahun agar mendekati angka rata-rata provinsi
. Meningkatkan dimensi pendidikan dalam IPM Provinsi Maluku untuk memastikan peningkatan berkelanjutan dari 74,09 pada tahun 2025 menuju kategori “Sangat Tinggi” (IPM ≥ 80).
Analisis ini menunjukkan bahwa keberhasilan MBG di Maluku tidak hanya diukur dari jumlah porsi makanan yang diberikan tetapi sejauh mana program tersebut mampu menjembatani kesenjangan antara RLS dan HLS di antara daerah-daerah, menjadikan MBG sebagai investasi data driven dalam pembangunan manusia di Maluku. (*)
