Hukum Maluku 

Paksa Jual SIM-D ke Para Kades di Tanimbar, NA dan SS Kini Jadi Tersangka

Saumlaki, indonesiatimur.co – Lantaran memaksakan kehendak kepada para Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) untuk membeli sebuah Aplikasi dengan nama Sistem Informasi Manejemen Desa (SIM-D) dengan harga fantastis, Sekretaris Dinas (Sekdis) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) berinisial SS yang sekarang telah dinonjobkan beserta seorang rekan bisnisnya berinisial NA yang merupakan kontraktor dari proyek pemaksaan itu, akhirnya kini menyandang status sebagai Tersangka pada kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Penetapan resmi keduanya sebagai Tersangka tersebut, diumumkan secara resmi oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) KKT Gunawan Sumarsono, S.H., M.H., Selasa (19/07/2022).

Kajari Gunawan, yang didampingi Plh. Kasi Intel Bambang Irawan dan beberapa jaksa lainnya menjelaskan, SS dan NA ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan, dimana telah ditemukan alat bukti yang cukup berupa keterangan saksi-saksi, surat, dan keterangan ahli.

“Berdasarkan hasil penyidikan, telah terjadi tindak pidana korupsi tentang pengadaan SIM-D pada desa-desa di Bumi Duan Lolat ini Tahun Anggaran 2021. Dengan surat penetapan tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar nomor : B- 1039/Q.1.13/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022 untuk Tersangka SS. Sementara Tersangka NA ditetapkan berdasarkan surat penetapan tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar nomor B garis dasar 1040/Q.1.13/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022,” ucap Kajari Gunawan.

Adapun modus operandi yang dilakukan oleh SS dan NA, dibeberkan mantan Penyidik pada Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI ini, bahwa awalnya NA menawarkan satu program aplikasi yang namanya Sistem Informasi Manejemen Desa kepada SS kemudian SS memaksakan memasukkan pengadaan Sistem Informasi Manejemen Desa ini ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Dijelaskan lebih lanjut, dari 80 desa yang ada di Tanimbar, hanya 21 desa yang mengikuti arahan SS tetapi yang terealisasi adalah sebanyak 12 desa. 12 desa tersebut masing-masing, Sifnana Omele, Latdalam, Wowonda, dan Kabiarat di Kecamatan Tanimbar Selatan. Kemudian Desa Tumbur, Lorolulun, Amdasa, Sangliat Dol, dan Sangliat Krawain yang berada di Kecamatan Wertamrian. Selanjutnya, Desa Adaut dan Desa Kandar di Kecamatan Selaru, serta Desa Kilon di kecamatan Wuarlabobar.

“SS memaksa para kades untuk menghapus beberapa kegiatan dan mengganti dengan program SIM-D. Jika para kades tidak menuruti perintah SS, maka APBDes’nya tidak bisa disetujui. Demikian juga ketika dilakukan pencairan, para kades diminta untuk mempercepat pencarian untuk melakukan pembayaran kepada SS dan NA,” katanya.

Kajari menambahkan, untuk memasukkan satu program ke dalam APBDes, harusnya melalui tahapannya antara lain, mulai dari Musrenbangdes, penyusunan RAPBDes, dan seterusnya sampai dengan APBDes.

“Tetapi yang terjadi adalah ketika APBDes sudah jalan dan dilakukan asistensi, SS memaksa para kades untuk menghapus beberapa kegiatan dan memasukkan program ini,” beber Gunawan.

Masih melanjutkan, saat asistensi, para kades diminta membuat proposal untuk pengadaan SIM-D. Di dalam proposal, tertera rincian anggaran untuk instalasi program, biaya pelatihan, dan sejumlah biaya lainnya seperti belajar desain tampilan, belanja pengaturan setting data base, belanja pengelola aplikasi dan pengisian software, serta belanja pembuatan dan pengaturan konten. Penganggaran dari setiap desa juga ternyata bervariasi, yakni kisaran Rp20 juta hingga Rp30 juta per desa.

“Di daerah lain, program semacam ini diterapkan dan pihak penerima memperoleh perangkat Software dan Hardwarenya. Namun dalam kasus ini, para penerima hanya memperoleh Software-nya saja. Sampai dengan kita melakukan pemeriksaan, ternyata program ini tidak berjalan atau program ini tidak bisa dimanfaatkan oleh desa sehingga berdasarkan hasil perhitungan auditor, ditemukan kerugian keuangan negara,” jelas dia.

Berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara inspektorat daerah setempat terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan Sistem Informasi Manejemen Desa atau SIM-D di desa-desa se-kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2021 nomor 700/LAK-10/VII/2022 tanggal 1 Juli 202, terdapat kerugian keuangan negara sejumlah Rp310.264.909,00.

Atas perbuatannya tersebut, SS dan NA disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

“Untuk ancaman hukuman yaitu Pasal 2 Ayat 1, minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Sedangkan untuk Pasal 3, minimal 1 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara,” tandasnya. (it-03)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.