DPD RI Soroti Masalah Harga Tanah Pulau Nustual dan Duga Ada Mafia Tanah
Saumlaki, indonesiatimur.co – Menyikapi hasil audience dari perwakilan masyarakat pemilik lahan di Pulau Nustual, Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang akan diperuntukkan untuk pembangunan Kilang Proyek Strategis Nasional Blok Masela, bersama Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tertanggal 18 Agustus kemarin di Jakarta, maka DPD RI melalui Badan Akutan Publik yang terdiri dari Wakil I DPD RI Nono Sampono, Ajiep Padindang, Miranti Dewaningsih, Novita Anakota, melakukan kunjungan kerja, sekaligus menjaring aspirasi, baik dari Pemerintah Daerah KKT, maupun Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), serta perwakilan masyarakat pemilik lahan Pulau Nustual, pada Jumat (26/08/2022).
Dalam rapat tersebut, Perwakilan Pemilik Lahan sekaligus Kuasa Hukum keluarga, Anthony Hatane, mengungkapkan fakta-fakta “kenakalan” dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas), maupun Panitia Parsial yang terdiri dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Pihaknya bahkan menuding kalau panitia sudah disusupi “mafia tanah”.
Anthony Hatane mengatakan bahwa hal itu sudah terlihat jelas dari pembentukan panitia yang semuanya didominasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pasalnya tim P2T yang terbentuk di provinsi, harusnya diketuai oleh Sekda Provinsi dan Sekretaris P2T yang dijabat Kepala Badan Pertanahan Maluku. Namun sayangnya komposisi panitia semua dikuasai oleh BPN.
“Kenapa semua dimonopoli oleh BPN? Ini ada apa sebenarnya? Sudah tidak benar ini. Ketentuan Undang-Undang saja dilanggar. Kementerian Hukum dan HAM saja tidak masuk dalam P2T,” tandas Hatane.
Dirinya melanjutkan, penentuan harga tanah di Pulau Nustual langsung ditentukan oleh Tim Parsial, dengan alibi menggelar musyawarah yang berlangsung di Kantor BPN Saumlaki. Sayangnya, musyawarah tersebut tidak mencapai mufakat, sebab pemerintah desa maupun pemilik lahan menolak untuk menyetujui penetapan nilai tanah Nustual.
“Musyawarah tidak jalan karena sudah ditentukan sepihak harga tanah. Bahkan mereka dipaksa untuk menandatangani berita acara musyawarah. Ini merupakan pelecehan pada harga diri orang Tanimbar. Parahnya, diikuti dengan kalimat intimidasi dengan membawa nama institusi kejaksaan, bahwa kalau naik seribu rupiah saja, maka kejaksaan sudah menunggu. Pernyataan ini dilontarkan saat rapat di kantor pertanahan,” beber Hatane.
Ia menambahkan, lantaran mengalami kebuntuan dalam penentuan harga tanah ini, diarahkan untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki, dan dalam rentang waktu tiga hari, pihaknya mengajukan keberatan. Dalam persidangan tersebut, dari pihak panitia menyatakan bahwa jika PN memutuskan harga tanah di bawah angka Rp200 ribu, maka panitia tidak akan melakukan upaya hukum Kasasi.
“Saat putusan harga Rp172 ribu, tiba-tiba panitia lakukan Kasasi. Apakah ini bukan penipuan? Kami duga ada mafia-mafia tanah yang bermain. Untuk itu, kami minta perhatian DPD RI untuk membantu kami,” pinta Hatane.
Menyikapi aspirasi tersebut, Ketua Badan Akuntan Publik DPD RI Ajiep Padindang, berjanji akan membantu memfasilitasi keluhan masyarakat ini, karena dinilai tidak ada ketidakadilan dalam menentukan harga tanah Pulau Nustual.
“Kita sudah tahu substansi masalah. Ada rasa ketidakadilan. Kalau kita lihat pembentukan panitia, sudah cacat hukum. Kita akan berembuk untuk mencari jalan keluar terbaik,” tandas Padindang.
Kesempatan itu, Padindang juga menyampaikan apresiasi kepada Penjabat Bupati Daniel Edward Indey, S Sos., M.Si. dan Sekda Ruben Benharvioto Moriollkossu, M.M., yang begitu responsif untuk mengadakan pertemuan dimaksud. Dikatakan, Tim Ahli DPD RI juga telah melakukan kajian-kajian kepada pokok masalah, mengingat penyelesaian masalah tanah ini, sangat berpengaruh pada proyek Blok Masela.
“Tidak mungkin pemerintah mau melihat rakyatnya sengsara. Putusan Makamah Agung yang hanya Rp14 ribu per meter memang sangat tidak adil. Putusan panitia sepihak ini cacat hukum. Ini cela. Kalau saya lihat ini dari jasa penilai juga ada yang tidak beres. DPD akan memfasilitasi, mediasi penyelesaian masalah,” tegas Padindang. (it-03)