Takabonerate perlu penataan pariwisata profesional
Terumbu karang di daerah Takabonerate, Kab. Selayar
Koordinator Regional DPP ASITA Nico B. Pasaka menyatakan festival maritim Takabonerate baru bisa mencapai sasaran pengembangan destinasi wisata bahari di Sulawesi Selatan bila ditata dan dikelola secara profesional.
Bila hal itu tidak dilakukan, maka kegiatan rutin tiap bulan Oktober setiap tahun yang menghabiskan anggaran miliaran rupiah hanya akan menjadi kegiatan seremoni tanpa hasil signifikan bagi pengembangan destinasi wisata maritim di Kepulauan Selayar Sulsel, ujar Nico Pasaka di Makassar, Minggu.
Dia menguraikan, Sail Morotai yang baru digelar Provinsi Maluku, langsung menuai sukses, sebab dikelola secara profesional, baik acaranya, promosinya, hingga sarana dan prasarana pendukungnya.
Sedangkan Takabonerate, idealnya saat ini dikembangkan sarana transportasi jetfoil seperti Batam-Singapura, sebab waktu tempuhnya cukup jauh, sembilan jam dari Kabupaten Bulukumba ke Kabupaten Kepulauan Selayar.
Sebab, setiap penyelenggaraan festival selalu menggunakan kapal perang sebagai sarana angkutan dan itu hal yang mustahil bagi wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan taman laut Takabonerate di luar penyelenggaraan festival.
Berdasarkan hal itu, maka harus seimbang antara promosi yang dilakukan melalui festival untuk memperkenalkan destinasi obyek wisata maritim Sulsel dengan pengembangan infrastruktur pendukung, baik transportasi, akomodasi, rumah makan dan lainnya.
Selain itu, harus dilakukan penelitian dan pemetaan spot (area penyelaman) mana yang harus dilihat yang terumbu karangnya masih indah, mengingat di beberapa spot, terumbu karangnya sudah rusak berat akibat pemboman ikan, serta harus menentukan area pemancingan.
Kalau hal itu dilakukan, lanjut Pasaka, maka wisatawan akan menikmati bahwa benar Takabonerate merupakan salah satu kawasan terumbu karang yang luas dan indah serta menjadi salah satu andalan dunia untuk wisata penyelaman.
Namun bila itu tidak dilakukan, maka wisatawan hanya akan kecewa sebab, selain transportasi sulit, akomodasi hotel tidak standar, sulit mendapatkan makanan yang sesuai standar dan terumbu karang yang dilihat, juga yang rusak akibat pemboman ikan.
Dampaknya hanya akan menimbulkan kekecewaan dan cenderung festival tersebut hanya kegiatan seremoni rutin setiap tahun, padahal bila dikelola secara profesional, maka dapat menjadi salah satu destinasi wisata bahari andalan Sulsel untuk memperkaya wisata Budaya Tanatoraja.
Sekarang ini adalah tahun kunjungan wisatawan ke Sulsel (Visit South Sulawesi Years 2012), namun beberapa wisatawan mancanegara yang datang justru bingung, sebab tidak ada informasi tentang kegiatan-kegiatan kepariwisataan yang dapat dikunjungi dan dilihat dalam rangka tahun kunjungan Sulsel tersebut. (ant)