Gubernur Maluku Ingatkan Hati-hati Kelola Anggaran Desa
Ambon, indonesiatimur.co – Gubernur Maluku Said Assagaff, kembali mengingatkan aparatur di Maluku untuk berhati-hati dalam pengelolaan anggaran desa.
“Saya ingatkan kembali, dalam arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), pada pelaksanaan Rakornas pengawasan bulan Mei 2017 yang lalu, beliau menyatakan bahwa harus hati-hati terkait pengelolaan anggaran desa, yang makin meningkat pesat,” ujarnya.
Pernyataan Gubernur Assagaff tersebut, disampaikannya dalam sambutan tertulis, yang dibacakan Asisten I Bidang Tata Pemerintahan Setda Maluku Angky Renjaan, pada Pembukaan Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah Tingkat Provinsi Maluku tahun 2017, di Ambon.
“Mengelola uang sebesar ini tidak mudah. Dana besar dapat bermanfaat bagi desa, tapi dapat juga menjebloskan kepala desa ke pidana,” tandas Gubernur.
Alokasi atau transfer dana desa yang terus bertambah dari waktu ke waktu, disebut Assagaff, meningkatkan risiko kemungkinan terjadinya penyimpangan.
Oleh karenanya, peningkatan akuntabilitas, menurut Assagaff, perlu dilakukan dengan memperkuat sistem pengendalian intern dan mensinergikan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).
Bagi APIP khususnya Inspektorat Kabupaten/kota, dia katakan, kondisi ini harus menjadi perhatian tersendiri. Sesuai khitah-nya, APIP harus hadir untuk memberi keyakinan tujuan organisasi dapat tercapai minelalui efektivitas tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern.
“Salah satu pendekatan pengawasan yang dapat dilakukan oleh APIP, adalah dengan melihat risiko-isiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pengelolaan dana tersebut. APIP harus memperhatikan seberapa tinggi tingkat risiko itu. Setelah itu mengaitkan dengan pengendalian intern yang ada untuk mengantisipasinya,” tuturnya.
Semakin tinggi tingkat risikonya, lanjut Assagaff, maka langkah kerja pengawasan oleh APIP akan semakin rinci dan banyak.
“Mungkin terlalu naif jika kita langsung mengharapkan Inspektorat Kabupaten dapat menerapkan Pengawasan Berbasis Risiko sebagaimana praktik yang sudah dilakukan pada negara maju,” katanya.
Penerapan konsep risk based audit, dinilai Assagaff, secara murni membutuhkan tingkat kematangan (maturity) yang cukup baik oleh institusi yang diperiksa.
Namun setidaknya, tambah Assagaff, dengan mengidentifikasikan risiko-risiko oleh APIP sendiri, dapat dilakukan peningkatan fokus dan efektivitas dalam penyusunan tujuan dan langkah kerja pemeriksaan.
“Inspektorat melakukan penilaian, bagaimana system pengendalian untuk mencegah risiko entitas, risiko kecurangan, maupun risiko setiap aktivitas,” imbuhnya.
Jika dijumpai adanya kelemahan atau kekurangan sistem, menurut Assagaff, Inspektorat dapat memberikan masukan perbaikan sistem hingga mampu mencegah munculnya risiko tersebut.
Gubernur Assagaff menyebutkan, pada V (angka Romawi) point 41, Lampiran Permendagri 33 Tahun 2017, Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2018, antara lain menyebutkan bahwa Dalam rangka penguatan Pembinaan dan Pengawasan Inspektorat Daerah, sebagai pelaksanaan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah Wajib Mengalokasikan anggaran pengawasan sesuai dengan kewenanggannya ke dalam APBD.
Ini, lanjut Assagaff, untuk mendanai program/kegiatan pembinaan dan pengawasan yang meliputi 30 program kegiatan, antara lain:
a. Kinerja rutin pengawasan meliputi 14 program/kegiatan;
b. Pengawasan prioritas nasional, meliputi 5 program/kegiatan;
c. Pengawalan Reformasi Birokrasi, meliputi 4 program/kegiatan;
d. Penegakan integritas meliputi 6 program/kegiatan; dan yang terakhir;
e. Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
“Sangat diharapkan perhatian pemerintah kabupaten/kota dan tentunya para inspektur kabupaten/kota untuk dapat mengusulkan program kegiatan tersebut dalam RKA atau RAPBD tahun 2018 sebagaimana diamanatkan dalam peraturan menteri dalam negeri,” ujar Assagaff mengingatkan.
Namun demikian, menurut Assagaff, dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, terutama di Provinsi Maluku, sangat mengharapkan perhatian pemerintah pusat, dalam hal ini Inspektorat Kementerian Dalam Negeri, khusunya untuk pendanaan program/kegiatan Pengawasan prioritas nasional, Pengawalan Reformasi Birokrasi, dan Penegakan integritas.
“Kiranya juga dapat dipertimbangkan untuk sharing pendanaan dengan pemerintah pusat, mengingat bahwa program/kegiatan tersebut bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah daerah tetapi juga tanggungjawab pemerintah pusat,” harapnya.
Disamping tentunya, tambah Assagaff, memperhatikan bahwa sudah terlalu lama inspektorat provinsi dan kabupaten/kota tidak lagi memperoleh sering pendanaan dengan pemerintah pusat terkait pelaksanaan program/kegiatan pengawasan dan pembinaan.
Assagaff juga mengingatkan seluruh aparatur pengawasan internal di Provinsi Maluku, agar dapat memberikan jasa konsultasi dalam rangka meningkatkan kinerja. Termasuk mampu mengidentifikasikan tren atau perkembangan dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh pemerintah.
“Serta mengedepankan sifat partnership (kemitraan) melalui kegiatan quality assurance (pemberian kepastian/jaminan) dan consulting (memberikan masukan yang berguna) yang independen, dan obyektif untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan kinerja organisasi agar berjalan lebih akuntabel, sejak dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, sampai dengan pertanggungjawaban,” paparnya. (it-01)