Daerah Maluku 

Tanimbar Termasuk Daerah Miskin Ekstrim, Ini Indikatornya

Saumlaki, indonesiatimur.co

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin ekstrim di Indonesia. Pada tahun 2021, persentase penduduk miskin ekstrim mencapai 4,8% dari total penduduk miskin nasional di level 10,14% dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), termasuk salah satunya yang berada di wilayah Provinsi Maluku. Beginilah potret kemiskinan di negeri yang katanya “Tanah Surga.” Jangankan di desa, di kota pun, kita masih menjumpai keluarga miskin yang hidup di gubuk reyot, makan nasi seadanya, atau mungkin harus rela berpuasa seharian karena alasan tidak memiliki uang.

Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon, dalam keterangan pers yang dilakukan pada Senin (18/10/2021) yang bertempat di ruang rapat Kantor Bupati mengatakan, ada banyak indikator penyebab kemiskinan, diantaranya adalah tentang penghasilan rumah tangga miskin per bulannya yang mestinya berada pada nilai Rp.360 ribu per bulannya. Selain indikator penghasilan per kapita tersebut adalah indikator termasuk masalah kelistrikan. Dirinya mengatakan, di Tanimbar ini terdapat 3 kecamatan yang masih belum teraliri listrik, yakni Kecamatan Molomaru, Wuarlabobar, dan Fordata.

Indikator selanjutnya lanjut Fatlolon adalah juga tentang pangan. Indikator tersebut sempat disampaikan dirinya kepada Wakil Presiden K. H. Ma’ruf Amin saat berkunjung pekan kemarin di Kota Ambon, Ibukota Provinsi Maluku. Menurutnya, jika sesuai standar yang digunakan sebagai patokan survei adalah beras, sementara masyarakat di Tanimbar sendiri, banyak yang mengkonsumsi umbi-umbian sebagai makanan pokok sehari-hari. Demikian juga di daerah lainnya yang juga mengkonsumsi sagu maupun jagung. Tentunya jika yang dipakai sebagai patokan adalah beras sebagai makanan pokok, maka akan terus tetap berada pada kategori miskin.

“Indikator yang berikut adalah tentang perumahan. Ada banyak komponen tentang perumahan, yakni luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m² per orang, jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah atau bambu atau kayu murahan, jenis dinding tempat tinggal dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester, tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain, dan sebagainya,” ujar Bupati.

Indikator berikutnya tentang pendidikan. Ada terdapat pendidikan tertinggi kepala rumah tangga yang tidak bersekolah sama sekali ataupun tidak tamat SD atau hanya tamat SD dan sebagainya. Jadi masih banyak banyak indikator yang tidak bisa dibenahi dalam waktu singkat. Pemerintah pusat sendiri, juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengatasi persoalan-persoalan soal kemiskinan tersebut. Sementara itu, kebutuhan anggaran dalam program percepatan penanganan kemiskinan ekstrim yang sementara direncanakan, berjumlah triliun tetapi tidak mungkin untuk bisa mendapatkan anggaran triliun tersebut dalam waktu yang singkat.

“Jadi kita aktifkan bantuan-bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten yang sekarang ini sudah ada dan tinggal kita maksimalkan, sambil tetap mengusulkan program-program kegiatan yang bisa bersumber dari APBN, APBD-Provinsi, dan APBD Kabupaten,” jelasnya. (it-03)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.