Opini 

Maluku Tenggara Raya di Tengah Benturan Politik Lokal dan Kebijakan Strategis Nasional

Oleh: Christian A. D. Rettob, SH

(Ketua Presidium PMKRI Cabang Ambon & Tokoh Muda Maluku)

Perjuangan pembentukan Daerah Otonomi Baru (yang selanjutnya disingkat DOB) dan usulan Pemekaran Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya sejauh ini berada di antara harapan dan kenyataan. Kendati perjuangan ini berorientasi pada kepentingan publik dan menjadi jawaban atas pengentasan kemiskinan, keterisolasian serta sebagai jembatan menuju kesejahteraan antar wilayah di Maluku secara geografis, namun hal ini tidak semudah yang kita duga sebab banyak hal yang perlu untuk disiasati secara implisit.
Pemekaran Provinsi Maluku Tenggara Raya harusnya membutuhkan resonansi gerakan yang bersifat kolektif karena secara esensial perjuangan ini bukan semata-mata merupakan sebuah kepentingan eksklusif masyarakat Maluku Tenggara Raya, melainkan merupakan kebutuhan masyarakat secara geografis dan secara geosentris dalam upaya mempercepat pembangunan dan mengejar ketertinggalan dari berbagai dimensi kehidupan masyarakat Maluku.

Provinsi Maluku hari ini berdasarkan Badan Pusat Statistik (Tahun 2020) memiliki luas wilayah sebesar 712.480 Km2 (lima kali lebih luas dari pulau Jawa), terdiri dari sekitar 92,4 % laut dan 7,6 % daratan, dengan jumlah pulau 1.412 buah pulau, dan panjang garis pantai 10.662 Km. Secara administratif Provinsi Maluku terdiri dari 9 kabupaten, 2 kota, 118 kecamatan, 35 kelurahan dan 1.200 desa.

Dengan kondisi geografis dan luas eksisting yang ada dan juga berpredikat sebagai daerah kepulauan sampai per hari ini telah mengantongi berbagai persoalan fundamental. Baik dari keadaan sosial budaya, ketersediaan infrastruktur, pembangunan ekonomi, kebijakan politik daerah, hingga pelayanan publik dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan yang masih menjadi kendala bagi percepatan pembangunan di Maluku. Kemudian ini akan berimplikasi terhadap rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan serta tingginya eskalasi kemiskinan pula.

Secara Statistik Maluku merupakan provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi keempat setelah Papua, Papua Barat dan NTT (sesuai data BPS Provinsi Maluku Tahun 2020), dari 1.848.776 jiwa penduduk Maluku, sebanyak 322,40 ribu jiwa (17,85 %) dikategorikan sebagai penduduk miskin. Penurunan angka kemiskinan di Maluku sifatnya fluktuatif atau sekitar 1 % per tahun. Secara matematis apabila metode penanggulangan kemiskinan berlangsung secara gradual maka dibutuhkan sekitar 320 tahun untuk bisa menekan angka kemiskinan di Maluku.

Sehubungan dengan hal itu formula yang dapat dipakai untuk membebaskan Maluku dari pasung kemiskinan hanyalah pembentukan DOB atau daerah otonomi baru, baik dari tingkat provinsi hingga tingkat kabupaten kota sehingga dapat merawat pertumbuhan ekonomi masyarakat secara intensif.

A. Dasar Pembentukan dan Kondisi Faktual Kepulauan Maluku Tenggara Raya

Amanat konstitusi telah memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat akan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan. Secara spesifik lebih diperjelas dengan dasar yuridis Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 31 ayat (4) bahwasannya “pembentukan daerah dan penyesuaian daerah dapat dilakukan berdasarkan kepentingan strategis nasional” dan hal ini telah memberi arah akan pembentukan suatu daerah otonomi baru. Lebih lanjut dalam pokok materil Undang-Undang ini melalui pasal 49 ayat (1) menjelaskan soal “Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) berlaku untuk daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu untuk menjaga kepentingan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, kemudian ayat (2) “Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan melalui tahapan Daerah Persiapan provinsi atau Daerah Persiapan kabupaten/kota paling lama 5 (lima) tahun” dan ayat (3) “Pembentukan Daerah Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki cakupan wilayah dengan batas-batas yang jelas dan mempertimbangkan parameter pertahanan dan keamanan, potensi ekonomi, serta paramater lain yang memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. berpijak dari dasar hukum yang ada tentunya telah memperkuat syarat dasar mengenai “Kepentingan Strategis Nasional” dalam upaya pembentukan daerah otonomi baru dan pemekaran provinsi kepulauan Maluku Tenggara Raya.

Pertimbangan kondisi faktual pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya telah dilihat dari berbagai aspek dan iklim dari tiap-tiap daerah yang meliputi; Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Tual, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya dan sebenarnya telah memenuhi kriteria secara bottom up. Beberapa daerah tersebut sejatinya menjadi pilar-pilar pendukung “Rumah Besar” Kepulauan Maluku Tenggara Raya dan sangat perlu memberi dukungan dan legitimasi masyarakat secara kolektif dan totalitas, agar perjuangan panjang ini dapat terealisasi. Wilayah Maluku Tenggara Raya merupakan kawasan perbatasan internasional yang dalam hal ini berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste serta berada pada jalur perlintasan internasional. Sebagai kawasan perbatasan internasional terdapat beberapa problem klasik yang kerap terjadi yakni; kesenjangan pembangunan dari berbagai sektor, ketidakpastian batas teritorial dan lemahnya penegakan hukum sehingga rentan terjadi aktifitas illegal seperti illegal fishing, illegal traficcking, illegal trading dan aktifitas asing lainnya yang perlu di antisipas

Sebagai wilayah perbatasan Internasional kawasan ini sangat potensial secara geopolitik dan geostrategis sebab potensi yang dimiliki dapat mempengaruhi sistem ekonomi pasar dan perdagangan dunia kedepan. Kemudian kawasan ini merupakan bagian dari jalur sutera yang ikut memfasilitasi terwujudnya Indonesia sebagi poros maritim dunia seperti yang dimimpikan Presiden Joko Widodo saat ini. Secara esensial, pemekaran Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo hingga hari ini, yakni membangun Indonesia dari pinggiran, meningkatkan produktifitas rakyat, mewujudkan kemandirian ekonomi, menanam nilai-nilai patriotisme, cinta Tanah Air dan semangat bela Negara, serta memperteguh kebhinekaan.

Kemudian dari pada itu untuk memperkuat dasar pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya perlu adanya pemenuhan syarat-syarat formal lainnya termasuk kajian akademis yang harus dipenuhi dikemudian hari untuk efisiensi perjuangan ini

B. Potensi Wilayah Sebagai Kepentingan Strategis Nasional (top down) dan Kebutuhan Bersama

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa wilayah-wilayah CDOB atau Calon Daerah Otonomi Baru Provinsi Maluku Tenggara Raya mempunyai potensi yang cukup besar baik dari potensi migas, pariwisata, perkebunan, hingga kelautan dan perikanan. Blok Masela merupakan salah satu diantara 4 proyek yang masuk kategori Proyek Strategis Nasional di lingkup hulu migas. Proyek strategis nasional Gas Abadi Blok Masela terletak di antara Kabupaten Maluku Barat Daya dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Dari sektor lainnya tentu dimiliki oleh Kabupaten Kepulauan Aru dalam potensi Perikanan yang diperkirakan sebesar 516.800 Ton dengan JTB sebesar 205.944,80 ton per tahun, yang terdiri dari sumber daya pelagis kecil sebesar 123.851,17 ton per tahun, pelagis besar sebesar 26.434,32 ton per tahun, demersal sebesar 87.003,28 ton per tahun dan sumberdaya udang sebesar 21.111,28 ton per tahun.

Sektor pariwisata tentunya merupakan primadona, karena akan menjadi icon dan panorama daerah yang mampu menarik perhatian publik dan wisatawan lainnya. Sebab karakter daerah kepulauan dan wilayah pesisir tentu dimiliki oleh Kepulauan Maluku Tenggara Raya khususnya Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual

Dengan keunggulan komparatif yang ada sebenarnya telah menjawab kriteria kebijakan strategis nasional atau syarat top down dalam upaya pembentukan Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya dan mampu secara mandiri mendongkrak perekonomian daerah nantinya

Mempertimbangkan kondisi geografis di Maluku dengan cakupan wilayah yang begitu luas, maka pembentukan daerah otonomi baru provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya adalah formula baru dalam mengentaskan kemiskinan yang ada serta mempercepat pembangunan daerah dan mewujudkan cita-cita nasional. Dampak dari perjuangan ini akan sangat terasa, bukan saja masyarakat di wilayah Kepulauan Maluku Tenggara Raya namun bagi masyarakat Maluku umumnya karena rentang kendali akan diperkecil sehingga distribusi kebijakan pemerintahan, aktifitas pembangunan dan pelayanan pun lebih cepat dan merata seraya menjawab persoalan kemiskinan, infrastruktur, pengangguran, pendidikan, kesehatan dan persoalan lainnya yang menjadi potret sosial di Maluku hari ini

C. Tantangan dan Peluang Secara Politik

Dalam Grand Design  penataan daerah secara nasional oleh pemerintah pusat untuk wilayah Maluku telah dialokasikan penambahan satu provinsi di wilayah selatan Maluku secara geografis (wilayah Maluku Tenggara Raya).

Maluku Tenggara Raya berada pada beranda terdepan NKRI, berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia yang secara geopolitik dan geostrategis butuh perhatian penuh berupa penanganan yang bersifat holistik. Sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko widodo, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam bingkai NKRI dan mampu meningkatkan produktifitas masyarakat, kemandirian ekonomi, menanamkan nilai-nilai patriotisme, cinta Tanah Air serta semangat bela negara dan memperteguh kebhinekaan

Hiruk pikuk perjalanan bangsa dan perkembangan provinsi Maluku sejauh ini tidak terlepas dari campur tangan masyarakat yang berasal dari wilayah tenggara Maluku. Banyak hal juga yang ingin diperjuangkan untuk kepentingan masyarakat wilayah tenggara untuk melepaskan diri dari ketertinggalan secara masal dan keterisolasian yang mengakibatkan tingginya angka kemiskinan di Maluku. Sehubungan dengan hal itu perjuangan panjang pembentukan daerah otonomi baru dalam hal Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya belum menimbulkan titik terang dan jawaban yang pasti. Secara politis denominasi masyarakat tenggara pun terlihat di panggung birokrasi eksekutif dan legislatif, sehingga aspirasi masyarakat Maluku Tenggara Raya sangat sulit untuk dikawal dan diperjuangkan. Apalagi konfigurasi politik di Maluku cenderung menggunakan idiom-idiom klasik yang cukup mendiskreditkan kepentingan dan kapasitas masyarakat wilayah tenggara

Berpotret pada Provinsi Maluku Utara yang kini berkembang pesat, maka solusi yang paling tepat untuk mengentaskan kemiskinan di Maluku yaitu melalui pembentukan daerah-daerah otonomi baru, sehingga masalah rentang kendali bisa teratasi dan muncul pusat-pusat pertumbuhan baru yang akan memacu gerak pertumbuhan ekonomi masyarakat secara cepat, merata dan berkeadilan. Aspirasi masyarakat untuk membentuk 13 Daerah Otonomi Baru (DOB) tingkat kabupaten/kota dan Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya yang sedang diperjuangkan saat ini adalah langkah terobosan untuk membawa Maluku keluar dari lingkaran kemiskinan yang masih melilit dan membelenggu rakyat Maluku saat ini, dan kemudian membutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama dukungan politik dari pihak pemerintah daerah agar bisa diperjuangkan bersama ke pemerintah pusat.

Sesuai dengan isi surat terbuka Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya, bahwa Maluku harus dibangun dengan konsep “Tiga Bubungan Rumah” dari “Rumah Besar Maluku”, yakni “Bubungan Tengah”, “Bubungan Utara” dan “Bubungan Tenggara” agar pembangunan bisa berlangsung merata dan kesejahteraan segenap warga masyarakat bisa cepat tercapai. Dengan demikian, jalinan historis serta ikatan emosional kultural anak negeri Maluku, mulai dari ujung Halmahera sampai ke ujung Wetar akan terus teraktualisasi, terjaga dan teregenerasi dalam penghayatan “Maluku Satu Darah” untuk menghadapi tantangan kehidupan dan perubahan sosial di masa mendatang. (*)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.