Daerah Hot Papua Barat 

Pjs Sekda Papua Barat Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan

pukul

Pjs Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Ishak Laurens Hallatu resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan. Hallatu ditetapkan sebagai tersangka setelah melalui proses pemeriksaan penyidik selama empat jam di Mapolres Manokwari. Kendati demikian, Hallatu tidak ditahan sebagaimana status tersangkanya, hingga saat ini (Senin, 15/7).

Hallatu dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, atas ulahnya memukul Eka Hendrawan, salah satu kru maskapai penerbangan Wings Air, Jumat (5/7), di dalam pesawat Wings Air tipe ATR 72500, rute Ambon-Jakarta.

Kaur Bin Ops Reskrim, Polres Manokwari, Iptu AR Manurung, mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Hallatu terbukti benar memenuhi unsur penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat 1 huruf (b) KUHP. “Hasil pemeriksaan, terperiksa memenuhi unsur itu. Ia kami tetapkan sebagai tersangka,” katanya di Manokwari, Sabtu (13/7).

Tidak ditahannya Sekda ini, karena Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi pada hari itu juga mendatangi Mapolres Manokwari dan menyampaikan keberatannya jika Hallatu ditahan. Padahal, Hallatu seharusnya ditahan, sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 21 Ayat (4) yang mengatur soal penahanan tersangka.

Manurung menjelaskan, Hallatu memang seharusnya ditahan karena sudah menjadi tersangka. Ini sesuai Pasal 21 Ayat 4 tersebut. Namun, kedatangan gubernur di Mapolres dan menyampaikan keberatannya menghentikan langkah polisi untuk menahan Hallatu.

Manurung mengatakan keberatan penahanan yang disampaikan oleh gubernur karena tersangka menjabat tiga fungsi sekaligus di pemerintahan provinsi, yakni sebagai Pjs Sekda, Kepala Bappeda, dan Plt Wakil Gubernur.

Manurung mengakui atas keberatan itu dan hasil koordinasi dengan Kapolres Manokwari AKBP Ricko Taruna Mauruh, tersangka pun akhirnya tidak ditahan, namun proses hukum tetap berjalan. Untuk sementara waktu ini, kepolisian hanya memberikan wajib lapor kepada tersangka.

“Kami tidak jadi menahan, hanya memberikan wajib lapor selama dua kali seminggu,” kata Manurung, seperti dilansir SHNews.

Meski kasus ini telah sampai pada tataran penyidikan, korban ternyata sempat membuat surat pencabutan perkara laporan polisi. Pencabutan laporan ini didasari atas sikap kekeluargaan. Masalah pemukulan tersebut akan diselesaikan secara kekeluargaan (damai) antara pihak tersangka dan pihak korban.

Sementara itu, Yan Christian Warinussy selaku kuasa hukum tersangka membenarkan sudah ada upaya damai yang dilakukan pihak korban. Korban bahkan sudah menyampaikan surat pencabutan perkara. Suratnya pun sudah disampaikan kepada polisi. Namun, pihak kepolisian menolak dicabutnya laporan tersebut. Ini karena tindakan tersebut merupakan perbuatan tindak pidana murni, bukan aduan. (HAN)

 

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.