GMNI Cabang Ambon Dukung Masyarakat Sabuai Tuntut Hakim dan JPU
Ambon, indonesiatimur.co – Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GMNI) cabang Ambon melihat bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan putusan hakim terhadap Imanuel Quadarusaman alias Yongki, terlihat sangat tidak adil. Tuntutan Jaksa dengan hanya menuntut 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan pidana penjara dan putusan hakim 2 (dua) tahun pidana penjara dan denda Rp. 500.000.000 dengan ketentuan apa bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Namun yang disayangkan adalah JPU dan hakim tidak melihat akibat kerusakan alam dan terganggunya unsur adat yang akan dialami oleh warga masyarakat Desa Sabuai.tidak menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan.
“Padahal dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pada pasal 94 ayat (1) huruf a dikatakan dengan sangat jelas yaitu “orang perorangan yang dengan sengaja menyuruh, mengorganisir, atau menggerakan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Sedangkan pasal 19 huruf a dikatan bahwa “Setiap orang yang berada didalam atau di luar wilaya Indonesia dilarang menyuruh, mengorganisir, atau menggerakan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah,”terang Ketua DPC GMNI Ambon, Adi Suherman Tebwaiyanan SE dalam rilisnya Minggu (08/08/2021)
Dikatakannya, putusan Hakim seperti di atas sangat membuat rasa ketidakadilan kepada masyarakat adat Desa Sabuai, kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur. Oleh karena itu GMNI Cabang Ambon mendukung sikap dan langkah yang diambil oleh masyarakat adat Desa Sabuai untuk melaporkan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, serta Kejaksaan Agung di Jakarta.
Menurutnya, berdasarkan hasil kajian secara teoritis, GMNI melihat bawah ada angin-angin ketidak adilan yang terjadi dalam putusan jaksa, implikasi yang kemudian di akibatkan dari pada proses penebangan hutan secara liar tidak sebanding dari apa yg kemudian di vonis oleh jaksa dan Hakim. (it-02)