Membangun Desa Pesisir BUMDES, BUMD dan BUMN Perikanan
“๐๐๐๐ข๐๐ ๐ต๐โ๐๐๐ ๐พ๐๐๐๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐โ ๐๐๐๐ข๐๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐๐๐ ๐๐”
Diskusi terkait lokasi sentra perikanan dan jalur sistim logistik ikan antar pulau di Maluku Bersama Direktur operasional Perum BUMN Perikanan Indonesia (PT.Perindo) Bang Fajar Widisasono dan Kepala Cabang Perindo Ambon Bang Darwis.
Kalau mau dilihat posisi Maluku sangat strategis karena berada pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) potensial yakni laut Banda, Laut Seram dan Arafura dengan total potensi 4,3 juta ton/tahun. Untuk Produksi perikanan tangkap pada tahun 2021 mencapai 543.000 ton yang masih terus digenjot produksinya.
Sistim logistik ikan antar pulau masih terkendala karena infrastruktur sarana prasarana baik Unit Pengolahan ikan (UPI) hingga Pangkalan Pendaratan Ikan (PP) masih sangat terbatas. Dengan jumlah pulau sebanyak 1.340 pulau, 1.049 desa pesisir maka pendekatan 12 gugus pulau dan laut pulau perlu serius dilakukan.
Kita tidak bisa samakan karakteristik wilayah kepulauan kita dengan kontinental (1 daratan) seperti pulau Jawa yang dimana Barang atau jasa (Ikan) bisa langsung didistribusikan via jalur darat/udara dalam sentra perikanan yang ada. Hitungan beberapa jam saja sudah terselesaikan alur logistiknya dan cepat tertangani apalagi ikan adalah produk yang cepat mengalami kemunduran mutu apabila tidak dilakukan penanganan dengan baik. sehingga Dengan basis kepulauan maka jalur laut antar pulau harus terkoneksi lebih kuat lagi
Kalau mau dilihat sesuai data, dari jumlah Desa yang ada di Provinsi Maluku per Tahun 2020 dari 1198 Desa, 88 % (1.049 Desa) adalah Desa Pesisir dan 13 % (150 Desa) adalah Bukan Pesisir. Kemudian Untuk status Indeks Desa Membangun (IDM) dari 117 Kecamatan, 1.198 desa dimana Desa Mandiri 42, Desa Maju 198, Desa Berkembang 489, Desa tertinggal 433 dan Sangat tertinggal 36.
Sementara untuk Data Bumdes sendiri dari 1.198 desa yang tersebar di Maluku, baru terbentuk 869 bumdes. Dari jumlah itu, yang aktif 519 desa, sedangkan ada 350 desa yang tidak aktif 350 atau kondisi Bumdes-nya stagnan, mati segan hidup tak mau, begitu kata pepatah.
Dari dulu saya selalu menyampaikan baiknya daerah memiliki BUMD khusus di Sektor Perikanan agar dapat mengelola potensi perikanan Maluku yang sangat besar ini guna mendukung Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional dengan memanfaatkan kekuatan nelayan yang ada di setiap gugus pulau guna meningkatkan pendapatan, kesejahteraan nelayan dan PADnya. BUMD Perikanan kiranya dapat bersinergi dengan BUMN Perikanan (PT. Perindo) dan BUMDES yang ada di setiap Desa pesisir. Ini harus dilakukan 1 kebijakan terintegrasi
๐๐ข๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐๐ฎ๐ฌ๐ข ๐๐๐ซ๐๐ง๐ ๐๐๐ง ๐ฃ๐๐ฌ๐ ๐ฌ๐๐ซ๐ญ๐ ๐๐๐ง๐ ๐ค๐๐ฅ๐๐ง ๐๐๐ง๐๐๐ซ๐๐ญ๐๐ง ๐๐ค๐๐ง
Distribusi barang dan jasa dalam wilayah kepulauan merupakan hal krusial yang harus dipecahkan. Banyak hasil rempah dan perikanan pada sekitar desa pesisir Maluku belum dapat dikelola dan dipasarkan dengan baik karena terkendala dengan jalur logistik yang ada, cukup panjang sehingga berpengaruh terhadap harga atau nilai barang itu sendiri.
Hal ini membuat akses pasar serta harga barang (ikan dll) dibeli dengan harga murah dari masyarakat ataupun mubasir terbuang di lapangan karena keterbatasan Sarpras pendukung dan infrastruktur. Jika saja konektifitas antara Bumneg, BUMD dan BUMN Perikanan bisa terbentuk akan membantu masyarakat dan muncul kawasan ekonomi baru pada desa-desa pesisir.
Bayangkan saja kita memiliki 1.049 Desa pesisir namun sayangnya salah 1 infrastruktur dasar perikanan yakni pangkalan atau pelabuhan perikanan (PP) kita masih sangat dan sangat minim sekali. Sesuai data yang dimiliki hanya sekitar 15 PP milik daerah dan 2 pusat. Mungkin kalau ditambahkan PP swasta perkiraan PP yang ada di Maluku masih dibawah 30an unit. Ini akan berbanding terbalik dengan target untuk kesiapan menjadi kawasan Lumbung Ikan Nasional dan Implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur.
Pangkalan Pendaratan Ikan atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) standarnya harus berada di semua daerah pesisir yang ada. apalagi sesuai kewenangan pemerintah kabupaten hanya bisa melakukan pengelolaan TPI saja dan ini masih sangatlah minim jumlahnya. Bagaimana kita dapat menghitung secara rill hasil produksi nelayan sedangkan infrastruktur dasar serta tenaga lapangan sepertinya penyuluh masih sangatlah kurang?? seharusnya 1 desa pesisir ada 1 tenaga pendata hasil perikanan agar kita dapat mengkalkulasi secara terperinci hasil tangkapan nelayan berdasarkan jenis dan size. Kita tidak bisa terus menerus memakai data estimasi SDI, bisa saja kurang atau berlebih. Apalagi target kedepan akan dipakai kebijakan kuota penangkapan!!!!
Coba kita tengok WPP 715 laut seram dari ujung taniwel – wahai sampai pulau geser. Apakah infrastruktur dasar perikanan yang sudah dibangun disana seperti pelabuhan perikanan, pangkalan pengawasan, Unit Pengolahan ikan dan lainnya??? yang termonitor sepertinya hanya UPI tambak udang milik PT. WLI di seram Utara dan UPI Milik PT. Harta Samudera di Walplau Buru Utara padahal WPP ini memiliki sumberdaya ikan yang besar dan sebagian masyarakat berprofesi sebagai nelayan.
Dan sebenarnya kita harus bisa memetakan sentra perikanan yang ada berdasarkan Musim penangkapan ikan . Analoginya begini “disaat musim timur Juni – Agustus itu di laut Banda bergejolak, ombaknya besar sehingga nelayan tidak bisa melaut menyebabkan harga ikan tinggi tetapi disaat yang sama di laut seram dominan lautan lebih tenang dan aktivitas nelayan melaut dapat dilaksanakan maka perlu diatur armada dalam hal operasional penangkapan ikan diarahkan ke Laut Seram begitupun sebaliknya. Agar suplai bahan baku ikan dapat berjalan dengan baik untuk memenuhi kebuhan masyarakat lokal maupun diekspor inter dan antar daerah.
๐๐๐ ๐๐๐ง ๐๐ฌ ๐๐๐ฅ๐๐ฒ๐๐ง
BBM dan Es adalah kebutuhan pokok nelayan untuk lakukan operasional melaut. Khususnya untuk nelayan skala kecil seperti pancing tonda penangkapan ikan Tuna. Keberadaan kedua kebutuhan pokok harus bisa memenuhi kuota yang dibutuhkan dalam 1 hari aktifitas penangkapan ikan (one day fishing) kekurangan Es akan mempengaruhi kualitas ikan yang ditangkap apabila langsung diloin diatas perahu (Grade)nya bisa turun jika salah penanganan dan akan merugikan nelayan sedangkan stok BBM untuk dapat memperkirakan jarak tempuh dan lamanya lakukan aktifitas penangkapan ikan.
Kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu pastinya akan berpengaruh terhadap aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Harga Petralite sebelumnya 7.650 menjadi Rp. 10.000, Pertamax sebelumnya 12.500 menjadi 14.500 dan Solar sebelumnya 5.150 menjadi 6.800. Nelayan akan lebih berhitung sebelum melakukan aktifitas penangkapan ikan. Selisih Rp.100 saja bagi mereka sangat berharga karena akan dikalikan jumlah tangkapan (kg) yang diperoleh . Apakah untung atau buntung jika melaut ?? Malah mereka memutuskan untuk istirahat sementara sambil menunggu benar-benar pas musim ikan.
Kondisi saat ini, Nelayan bukan lagi pergi menangkap ikan tetapi berburu ikan. Jika menangkap mereka langsung menuju titik fishing ground yang dituju dan tanpa menunggu waktu lama sudah dapat memperoleh hasil tangkapan namun kini karena melakukan perburuan maka pastinya akan membutuhkan operasional melaut yang cukup besar. Walau memang secara akademis ikan suka beruaya atau migrasi. Namun mendengar curhatan nelayan bahwa kini ikan semakin sulit ditangkap, daerah tangkapannya juga jauh dan tak menentu.
Seandainya saja ada infrastruktur dasar seperti TPI di tiap-tiap desa pesisir sekitar Maluku dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti SPDN atau Ice flag khusus nelayan. Pastinya akan membantu mereka ditengah kesulitan ekonomi dan kebutuhan hidup yang tinggi. BBM yang tinggi dan sulit diperoleh juga akan menambah beban hidup mereka, memilih bertahan atau mencari alternatif pekerjaan lainnya untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.
Seharusnya kenaikan BBM diimbangi kenaikan harga pasaran ikan (HPI) yang memadai sehingga dapat turut menopang tingkat kesejahteraan hidup nelayan. Namun dilain sisi jika HPI mengalami kenaikan pastinya akan berdampak tingkat konsumsi ikan di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi proteinnya. “banyak yang komplain kok ikan mahal padahal kita berada di daerah lumbung ikan” bagai 2 sisi mata uang yang dilihat dari sisi berbeda berdampak positif dan negatif sehingga diperlukan pengambilan kebijakan yang tepat.
Semoga kedepan Pengelolaan Perikanan Maluku semakin baik. Perlu dibuat roadmap-nya untuk sistim logistik perikanan kita yang berbasis Kepulauan sehingga nelayan kita tidak lagi mendaratkan ikan disembarang tempat, terdata, dan hasil tangkapannya berkualitas serta berdampak positif bagi pendapatan nelayan, daerah dan devisa negara _SEMOGA!! **Bersambung
Penulis: ๐๐ฎ๐ณ๐ถ๐ญ๐ญ๐ข๐ฉ ๐๐ด๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฉ๐ถ (๐๐๐ ๐๐๐๐๐ 3 ๐ผ๐๐๐ผ๐พ๐ด๐๐ผ /๐๐ฆ๐ฌ๐ณ๐ฆ๐ต๐ข๐ณ๐ช๐ด ๐๐ฆ๐ฑ๐ข๐ณ๐ต๐ฆ๐ฎ๐ฆ๐ฏ ๐๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ๐ข๐ฏ, ๐๐ฆ๐ญ๐ข๐ถ๐ต๐ข๐ฏ, ๐๐ฆ๐ด๐ช๐ด๐ช๐ณ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ถ๐ญ๐ข๐ถ-๐ฑ๐ถ๐ญ๐ข๐ถ ๐๐ฆ๐ณ๐ฅ๐ฆ๐ฑ๐ข๐ฏ – ๐๐๐๐ ๐๐ณ๐ธ๐ช๐ญ ๐๐ข๐ญ๐ถ๐ฌ๐ถ/ ๐๐ข๐ฌ๐ช๐ญ ๐๐ฆ๐ต๐ถ๐ข ๐๐ฆ๐ฎ๐ถ๐ฅ๐ข ๐๐๐๐ ๐๐ข๐ญ๐ถ๐ฌ๐ถ ๐ฃ๐ช๐ฅ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ฆ๐ณ๐ต๐ข๐ฏ๐ช๐ข๐ฏ,๐๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ๐ข๐ฏ, ๐๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐๐ฆ๐ด๐ข ๐๐ฆ๐ด๐ช๐ด๐ช๐ณ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ถ๐ญ๐ข๐ถ-๐ฑ๐ถ๐ญ๐ข๐ถ ๐๐ฆ๐ค๐ช๐ญ)
#SalamPerikananJaya