Keamanan Maluku 

Unit PPA Satreskrim Polres Kepulauan Tanimbar Gercep Mediasi Kasus Kekerasan Anak di Sekolah

Saumlaki, indonesiatimur.co
Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor (Polres) Kepulauan Tanimbar pada Jumat (10/11/2023) bergerak cepat menyikapi viralnya kasus kekerasan yang dilakukan seorang oknum guru berinisial KS (50) terhadap siswinya (Korban) berinisial KW (16) pada salah satu sekolah swasta di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, dengan cara menyelesaikan permasalahan secara humanis melalui proses mediasi bersama pihak sekolah dan pihak Keluarga Korban.

Kasus kekerasan oleh oknum Guru terhadap salah seorang siswinya tersebut sontak viral pada beberapa media sosial yang ada sehingga menimbulkan banyak persepsi yang dapat saja menuai banyak ujaran kebencian. Menyikapi hal tersebut semakin diluar kendali, pihak Satreskrim bersama Kepala Bidang Perlindungan Anak mengambil inisiatif mendatangi pihak Sekolah untuk mengecek kebenaran video viral dimaksud dan melakukan pertemuan dengan kedua belah pihak.

Dalam pertemuan dimaksud, Kepala Sekolah membenarkan bahwa benar telah terjadi tindak penganiayaan yang dilakukan oleh oknum ibu guru terhadap siswi, namun telah dilakukan penyelesaian oleh pihak aekolah dalam hal ini pihak Bagian Konseling (BK). Diketahui, beredarnya video kekerasan dimaksud lantaran tanpa disadari bahwa perbuatan tersebut sempat direkam oleh salah seorang siswa yang berada di dalam kelas tersebut.

Kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru ini benar mendapat perhatian khusus oleh pihak sekolah dikarenakan merupakan perbuatan yang melawan hukum sehingga Ketua Yayasan Pendidikan Katolik Keuskupan Amboina yang menaungi Sekolah tersebut yakni Pastor Agus Arbol, telah memberikan sanksi kepada oknum guru tersebut untuk tidak lagi melakukan proses belajar mengajar di sekolah, dan untuk sementara, oknum guru tersebut dikembalikan ke pihak Departemen Agama (Depag).

Untuk diketahui, perbuatan tindak kekerasan tersebut terjadi pada hari Kamis, 9 November lalu, sekitar Pukul 09.30 waktu setempat. Berawal dari oknum guru masuk ke kelas XI Mia 1 untuk melakukan proses belajar mengajar. Sesaat setelah masuk dan bertemu para siswa, oknum guru kemudian menyampaikan bahwa para siswa yang mengikuti uraian Ujian Pertengahan Tengah Semester (PTS), pengerjaannya tidak ada yang benar.

Pada saat yang sama, korban pun membantah apa yang disampaikan oleh oknum guru dengan menyampiakan bahwa memang benar tidak ada yang akan benar, dikarenakan dalam PTS tersebut materinya salah dan tidak sesuai dengan pelajaran yang diterima oleh korban dan teman-teman yang ada di dalam Kelas itu.

Setelah membantah apa yang disampaikan gurunya, korban kemudian bersama-sama dengan salah satu temannya menuju ke ruangan guru untuk mencari soal tersebut dengan tujuan untuk kembali menunjukan kepada oknum guru tersebut. pada saat ditunjukan, oknum guru tersebut melihat kenyataan bahwa memang soal yang disusun tidak sesuai dengan materi kurikulum yang diberikan oleh sang guru.

Mungkin dibarengi perasaan emosi dikarenakan korban melakukan klarifikasi dengan nada yang tidak sopan dan tidak wajar terhadap si oknum guru, sehingga oknum guru tersebut langsung melakukan tindakan penganiayaan dengan cara mancubit telinga korban, setelah itu menampar korban dengan menggunakan telapak tangan kanan sebanyak satu kali, dan kemudian sempat menarik rambut korban pada saat itu.

Perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut saat ini telah dilakukan proses hukum berdasarkan dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/77/XI/2023/SPKT/POLRES KEPULAUAN TANIMBAR/POLDA MALUKU, tanggal 10 November 2023.

Dengan adanya laporan itu, Satreskrim langsung melakukan pemeriksaan terhadap para saksi, pihak sekolah, korban, dan juga terlapor. Kemudian telah dibuatkan permintaan visum untuk dilakukan pemeriksaan fisik korban oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. P. P. Magretti.

Atas perbuatannya, pelaku dipersangkakan melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Unsur Pasal 80 Ayat (1) yang menjelaskan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan Pidana Penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp72 juta.

Sementara itu ditempat terpisah, Kasat Reskrim Polres Kepulauan Tanimbar AKP Handri Dwi Azhari, S.T.K.,S.I.K., kepada media himas menjelaskan bahwa dengan adanya upaya tersebut, diharapkan tidak ada lagi pihak lain yang sengaja mempolitisir persoalan dimaksud, dikarenakan telah dilakukan langkah-langkah hukum oleh pihak Kepolisian. Namun bila ada upaya lain yang dilakukan oleh keluarga kedua belah pihak untuk menyelesaikan Persoalan tersebut, bisa dilakukan asalkan sesuai prosedural sehinga tidak berkesan melanggar ketentuan hukum dikarenakan perbuatan pidana yang dilakukan adalah melibatkan anak sebagi korban.

“Mari kita bersama-sama bercermin sehinga tidak terulang kembali kepada Korban yang lain dan untuk pribadi kita, sehingga bisa memilah tindakan mendidik seperti apa yang diterapkan kepada Siswa agar bisa diterima secara baik. Jangan menjadikan anak sebagai musuh kita karena anak adalah masa depan kita,” ungkapnya.

Lebih lanjut Kasat Reskrim menambahkan bahwa Satreskrim Polres Kepulauan Tanimbar saat ini telah mengambil langkah Hukum, sehinggga percayakan kepada pihak kepolisian yang telah menangani Perkara ini. Kasat Reskrim juga meminta agar tidak lagi menshare video tersebut dikarenakan korban merupakan anak yang perlu untuk dilindungi dan tidak lalu dipublikasiakan indentitas anak tersebut yang nantinya dapat merugikan psikisnya. (it-03)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.