Daerah Maluku 

Kisruh di Kepulauan Kei, Rettob Minta Dewan Adat Punya Responsifitas

Ambon, indonesiatimur.co– Seperti adagium klasik yang selalu terlintas dan telah mendarah dagi bagi “Orang Kei” yakni “Harta I Bulir Ne Minan I Umat” yang berarti harta/hal duniawi hanyalah hiasan, dan yang terpenting ialah umat dan hajat hidup masyarakat.

Maluku akhir-akhir ini yang diperhadapkan dengan konflik komunal terlebih khusus Kepulauan Kei terjadi secara bertahap dari wilyah ke wilayah dan dari ratschap ke ratschap,  tentu membutuhkan respon dari semua pihak sebab hal ini akan menjadi persoalan yang serius untuk diselesaikan, kendati sudah ada treatment yang dilakukan oleh aparat keamanan dan para tokoh agama. Sejauh ini belum dipastikan kapan tempo persoalan ini dapat terselesaikan, sebab kelak hal ini hanya akan menumpuk dendam apabila tidak dicabut hingga ke akar konflik.

Dalam kurun waktu yang relatif singkat Kepulauan Kei sudah cukup mengantongi sejumlah konflik berdarah antar pemuda dan tentu telah memakan korban secara eskalatif. Konflik antar wilayah yang dalam beberapa bulan terakhir ini seperti, konflik Kalanit dan Loon, konflik Ohoibun atas dan Ohoibun bawah, konflik Ohaitel dan Ohoitahit, konflik Pemda dan Ohoijang, konflik Wearhir dan UN SKB, hingga yang terakhir Ohoider dan Ohoiren.

Christian A. D. Rettob selaku representasi anak muda Kei juncto Ketua Presidium PMKRI Kota Ambon menilai bahwa hal yang sangat tendensius ini sebenarnya bukan hanya persoalan rivalitas antar wilayah saja melainkan persoalan ini butuh perhatian Dewan Adat dan seluruh stakeholder yang mempunyai kewenangan untuk kooperatif dalam meresolusi konflik. Apalagi kemarin sempat dikukuhkanya Gubernur Maluku sebagai Vis Bad yang secara filosofis berkewajiban untuk meluruskan yang bengkok, menjadi pemimpin untuk membenahi kekurangan dan kelemahan untuk menjadi lebih baik serta mampu menyelesaikan segala bentuk konflik di Maluku terlebih khusus Kepulauan Kei secara horizontal.

“Kepulauan Kei butuh payung dan butuh sandaran untuk berlindung terhadap penyelesaian konflik. Leluhur kita, lewat institusi adat telah menyediakan sarana dan mekanisme adat untuk penyelesaian konflik bersama dengan Dewan Adat yang menjadi fasilitator, tergantung pendekatan resolusi konflik apa yang dipakai,”ujar Rettob dalam rilisnya yang diterima media ini, Selasa (26/07/2022).

Rettob juga berharap para Rat-Rat Ursiuw Lor Lim selaku dewan adat harusnya punya responsifitas terhadap beberap persoalan-persoalan fundamental dalam hal konflik horizontal di Kepulauan Kei yang marak terjadi hingga saat ini. Bukan cenderung sibuk dengan agenda-agenda yang bersifat seremonial dan hanya sebagai bentuk anomali-anomali budaya yang dipaksakan untuk menjadi jawaban atas kontestasi politik mendatang.
“Hal ini juga bila dibiarkan terus-menerus tentunya akan mendegradasi sakralitas nilai adat di Kepulauan Kei secara komperhensif,” tutup Ketua Presidium PMKRI Kota Ambon. (it-10)

Bagikan artikel ini

Related posts

One Thought to “Kisruh di Kepulauan Kei, Rettob Minta Dewan Adat Punya Responsifitas”

  1. KETUA PELAKU SENI JALANAN TANAT EVAV

    saya sepakat atas apa yang diutarakan diberata ini kita membutuhkan penaganan lebih lanjut terutama sasaranya adalah para tokoh Pemerinta, Agama dan toko Adat yang palg berperan penting untuk menyelesaikan konflik orang basudara ai ni ain ini, karena kalau terus menerus akan membawa dampak buruk bagi kita masyarakat kei terlebih lagi anak muda kei yang terus menerus megonsumsi berita yang berbaur kekerasan, ketakutanya ada pihak-pihak yang masuk menghancurkan tatanan adat orang hidup basudara di bumi lar ful ngabal ini.
    saya sendiri berharap sesegera mungkin masala didaerah kei ini dapat terselesaikan dengan jalur kekeluargaan/Adat maupun kepolisian, yang menjadi patokan hidup suku kei.
    damai suda biar berat tapi katong pu tatanan yang orang tau AI NI AIN rusak
    teten i ron-ron, lik ya afa besa sus ni tanat EVAV ih

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.