Daerah Maluku 

Laratmase : DPRD Patuh Namun Tak Abaikan Kepentingan Rakyat

Saumlaki, indonesiatimur.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) empat periode yang kini menjabat Ketua Komisi B, Apollonia Anayenan Laratmase, angkat bicara terkait jumlah anggaran yang dipersapkan membayar utang pihak ketiga (UP3) senilai Rp34 milyar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) KKT yang akan dibayarkan kepada salah satu pengusaha di bumi Duan Lolat berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht).

Dalam wawancara ekslusif bersama media ini di ruang kerjanya, Jumat (14/10/2022), wakil rakyat yang merupakan Srikandi Tanimbar ini menjelaskan bahwa, penganggaran sebesar Rp34 milyar tersebut untuk pembayaran UP3 diusulkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2022.

Dijelaskan, awalnya pihak DPRD merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang pertama disampaikan bahwa di tahun 2015 terhadap LHP 2014, BPK-RI telah menyampaikan bahwa terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh pihak ketiga, kemudian diakui Pemda sebagai utang, saat itu belum dapat diakui dan masih diragukan kebenarannya. Setelah itu di tahun 2016, adanya putusan Inkracht sehingga dikeluarkanlah LHP yang isinya tentang rekomendasi kepada kepala daerah untuk memberikan sanksi kepada Tim Kuasa Hukum Pemda karena dinilai tidak cermat dalam menangani perkara terhadap UP3.

“Tidak cermat itu berarti bahwa yang BPK-RI sudah mengurai dari bawah bahwa pekerjaan ini kan dilaksanakan tidak melalui prosedur dan lainnya sehingga seharusnya diberikan sangsi karena dia lalai dan tidak cermat,” jelas Laratmase.

Masih melanjutkan, pada tahun 2017, para wakil rakyat di Tanimbar ini juga belum bisa menyetujui pembayaran UP3 dimaksud karena masih tetap merujuk pada stetmen bahwa Kuasa Hukum Pemda diberikan sanksi atau teguran. Oleh sebab itu, timbul inisiatif dari pihak DPRD untuk mencoba lakukan konsultasi bersama BPK-RI sehingga pada tahun 2018 dengan putusan yang telah inkracht, maka BPK-RI kemudian menyarankan untuk membuat rekomendasi.

“Kita patuh akan saran BPK-RI itu karena amanat Permendagri 77 tahun 2020 bahwa yang namanya Inkracht itu wajib dianggarkan, tetapi UP3 dibayarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi saat ini dengan kondisi keuangan daerah yang bisa dibilang sementara kolaps ini, maka kita harusnya pertimbangkan dulu, yang rasionalnya seperti apa,” tandasnya.

Dibeberkan pula, awalnya jika dihitung tentang UP3 tersebut untuk Cutting Bandara hanya berkisar Rp700 juta, namun seiring berjalannya waktu dan utang tersebut belum juga dibayarkan sehingga pihak ketiga merasa bahwa sudah adanya kerugian immateriil sehingga pihak ketiga kemudian melayangkan gugatan immateriil ke pihak pengadilan sehingga kemudian gugatan tersebut dimenangkan pihak ketiga dan kewajban pemda adalah harus membayar UP3 dimaksud. Sebagai pihak legislatif, pada saat itu juga pihaknya sempat melayangkan protes lantaran hitungan immateriil tersebut kian membengkak dengan nilai yang sangat fantastis. Hal tersebutpun tetap diakui pihaknya sebagai suatu putusan yang inkracht dan wajib dilaksanakan atau diselesaikan, meskipun saat pelaksanaan persidangan, pihak DPRD KKT pun tidak dihadirkan atau dilibatkan.

“Kalau bagi saya pribadi, ini kan urusannya Pemda karena yang mengakui dan yang menyanggupi untuk UP3 dibayarkan itu kan Pemda sendiri. Sebenarnya dulu itu kita sempat protes di DPRD karena tadi yang hitungan immateriil itu membengkak dengan nilai fantastis. Tetapi sekali lagi, meski demikian, sudah ada kesanggupan dari Pemda untuk itu diakui dan akan dibayarkan. Pengakuan itu juga terjadi karena memang saat persidangan tentang gugatan immaterial itu dilakukan, DPRD juga tidak dihadirkan atau dilibatkan dalam sidang tersebut,” imbuhnya.

Ia kembali menegaskan, pada prinsipnya pihak DPRD tidak pernah mengorbankan kepentingan umum dan itu merupakan skala prioritas utama. DPRD KKT tidak pernah menutup mata dengan berbagai kebijakan, dalam artian tidak pernah mengabaikan seluruh pelayanan publik, pelayanan dasar, kepentingan umum, hak-hak ASN, dan sebagainya tentang masyarakat.

Menurut dia, lembaga DPRD sendiri adalah lembaga politik, yang mana setiap kursi yang ada adalah sebagai utusan dari masing-masing partai politik yang dipilih oleh rakyat dan mengmban visi misi dari tiap parpol. Untuk itu secara pribadi dirinya tetap akan berbicara sebagai kader partai Gerindra sehingga dalam berbagai pembahasan, dirinya akan tetap memprioritaskan seluruh kepentingan umum dan belanja pegawai, kemudian pelayanan kesehatan dan lainnya.

“Itu semua kami prioritaskan, bahkan hal ini sudah kami sampaikan dalam pembahasan dengan pemda melalui TAPD bahwa ini wajib dulu dibayarkan. Kalau kemudian nantinya ada sisa anggaran, barulah disilahkan untuk bayarkan UP3,” tutup Laratmase. (it-03)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.