Ekonomi & Bisnis Sulawesi Tengah 

Tahun 2013, Ada Banyak Tambang Bermasalah di Sulteng

[foto: int]
[foto: int]
Selama tahun 2013, pertambangan di Sulawesi Tengah banyak yang bermasalah. Selain merusak hutan dan lingkungan, perusahaan tambang juga merampas lahan petani, dan bahkan mengkriminalisasi dan mengintimidasi petani yang menolak tambang tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Manager Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Rifai Hadi.

Menurutnya berdasarkan fakta-fakta temuan lapangan dan monitoring Jatam Sulteng, di tahun 2013 ada beberapa perusahaan tambang tanpa izin namun terus mengelola hingga saat ini.

“Penguasaan ekspansi tambang di Sulawesi Tengah pun begitu luas, hingga mencapai dengan total luasan 1.676.844,30 Hektar,” ujarnya.

Dari total perusahaan tambang itu, yang menguasai sektor hutan, mencapai satu juta hektar, dengan total luas Hutan di Sulteng mencapai seluas 3.248.458 hektar. Di sisi lain, laju deforestasi dan degrasasi hutan begitu tinggi setiap tahunnya.

“Pemerintah berdalih, bahwa laju itu di sebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan pembukaan perkebunan warga, namun Jatam menemukan fakta, bahwa laju deforestasi dan degradasi hutan disebabkan oleh pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, yang hingga saat ini semakin meluas,” tambahnya.

Banyak perusahaan tambang, lanjut Hadi, yang terus merusak dan melakukan kejahatan terhadap hutan, namun terus dibiarkan oleh pihak berwajib. Akibatnya kegiatan tersebut berdampak pada lingkungan sekitar, salahsatunya banjir yang melanda Morowali pertengahan tahun 2013, telah melumpuhkan aktifitas perekonomian, dan bahkan merenggut jiwa.

Selain itu, kriminalisasi dan intimidasi petani terus mengaung di tahun 2013, tercatat 20 kasus yang melibatkan aparat kepolisian, pihak perusahaan, baik perusahaan tambang maupun perusahaan kelapa sawit, dan pemerintah dalam hal mengkriminalisasi dan mengintimidasi petani layaknya orde baru.

Jatam Sulteng memandang, bahwa pernyataan pemerintah selama ini terkait dengan peningkatan ekonomi daerah, sangatlah tidak sesuai dengan arena peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Pemerintah seharusnya dapat berpikir lebih jernih lagi atas kerugian rakyat dan negara selama ini. Oleh karena itu, Jatam Sulteng terus mendorong, bahwa industry ekstraktif pertambangan mesti dihentikan, sebab skala konflik, bencana, dan kerugian yang dialami daerah selama ini terus meningkat setiap tahunnya,” harapnya. (as)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.