Delegasi Thailand Belajar Penyelesaian Konflik di Maluku
Ambon, indonesiatimur.co – Sedikitnya 11 orang anggota delegasi The Asia Foundation (TAF) Thailand, datang ke Kota Ambon untuk mempelajari penyelesaian konflik di Maluku.
Saat berkunjung ke Kantor Gubernur Maluku, Kamis (18/1/2018), delegasi yang dipimpin Santi Nindang dan Romzee Dokho ini, diterima Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku Hamin Bin Thahir, dan mendengarkan paparan dari Sekda serta sejumlah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku, perwakilan perguruan tinggi, dan lembaga agama, berlangsung di Lantai 6 Kantor Gubernur.
“Delegasi dari Thailand ini, ada 11 orang. Mereka difasilitasi oleh lembaga The Habibie Center. Kedatangan mereka ke sini, untuk mendengarkan pengalaman dari Maluku dalam menyelesaikan konflik di daerah ini. Termasuk untuk belajar dari kita terkait pembangunan perdamaian,” ujar Sekda Hamin Bin Thahir, usai pertemuan dengan delegasi Thailand.
Menurut Bin Thahir, pada pertemuan yang berjalan lancar tersebut, pihak Pemerintah Provinsi Maluku dan sejumlah elemen masyarakat sipil di daerah ini. Termasuk lembaga agama dan perguruan tinggi. Semua bisa memberikan masukan yang baik berdasarkan pengalaman masing-masing.
“Tadi dari delegasi Thailand juga ada yang menanyakan terkait perjanjian Malino II untuk Maluku. Ada yang juga bertanya tentang budget, terkait upaya kita dalan merehabilitasi dan merecovery berbagai fasilitas atau prasarana, baik ekonomi maupun sosial yang rusak pada konflik waktu itu,” paparnya.
Bin Thahir juga katakan, pada paparan yang dia sampaikan, dirinya juga menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat Maluku menuju hidup orang basudara.
Sekda lewat presentasi di pertemuan itu, memberikan Gambaran Makro Penyelesaian Konflik dan Pembangunan Perdamaian di Provinsi Maluku.
“Kami harapkan hasil pertemuan ini bisa menjadi masukan bagi delegasi Thailand, untuk menyelesaikan masalah di Provinsi Pattani,” ujar Bin Thahir.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Lappan) Bai Tualeka, yang ikut mendampingi delegasi Thailand menyebutkan, delegasi dari kawasan Provinsi Pattani, Thailand Selatan yang tergabung dalam The Asia Foundation (TAF) Thailand ini, selama empat (4) hari berada di Kota Ambon.
“Mereka datang untuk mempelajari penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian, yang dilakukan sejumlah komponen masyarakat sipil, dan lembaga agama, termasuk perguruan tinggi, serta Pemerintah Provinsi Maluku,” terangnya.
Di Ambon, lanjut Tualeka, delegasi tinggal di dua tempat. Delapan orang anggota delegasi yang beragama Islam, tinggal di kawasan Kayutiga, sedangkan tiga orang yang beragama Budha tinggal di Negeri Batumerah.
Mereka sengaja tinggal dua daerah tersebut, kata Tualeka, untuk melihat secara langsung relasi sosial dan harmonisasi masyarakat yang ada.
Sementara itu, salah satu pimpinan delegasi TAF Thailand, Romzee Dokho katakan, kunjungan dia dan rekan-rekannya ke Maluku ini, memang untuk mendapatkan pengetahuan lebih dekat bagi civil society organisation (CSO) atau organisasi masyarakat sipil dari Pattani, lewat study tour ke Indonesia.
“Delegasi kami ini ada dua group. Satu group ke Pontianak dan satu group ke Maluku. Terutama untuk mendapatkan ilmu cara-cara penyelesaian konflik di kedua daerah ini,” tuturnya.
Romzee mengakui, setelah bertemu beberapa komponen masyarakat di daerah ini, termasuk dengan Pemerintah Provinsi Maluku, pihaknya mendapatkan banyak masukan dan pengetahuan.
“Terutama bagaimana kekuatan masyarakat di daerah ini menjadi faktor utama dalam menyelesaikan konflik. Termasuk pendekatan dengan kekuatan Pela dan Gandong,” ujarnya.
Menurut Romzee, konflik terakhir di Pattani sudah berlangsung sekitar 14 tahun dan sampai hari ini belum juga berakhir. Masih ada korban jiwa atau koraban luka yang dialami pihak sipil di daerah ini.
Dia mengungkapkan, tercatat sekitar 6.000 sampai 7.000 korban jiwa, dan puluhan ribu korban luka, baik itu di pihak masyarakat sipil, pihak pemerintah maupun pihak gerakan perjuangan di Pattani.
Pihak TAF Thailand selama tiga tahun ini, membuat program people to people. Tahun ini merupakan tahun ketiga program tersebut. Dalam program tersebut ada satu kegiatan study tour atau exposure trip untuk mengenali konflik dan upaya penyelesaiannya.
“Para partisipan program ini kemudian memberikan usulan ingin pergi mengenal dan belajar upaya penyelesaian konflik di daerah yang punya success story penyelesaian konflik. Terutama untuk konflik yang dikesankan lahir akibat pertikaian horisontal di masyarakat atau konflik sesama masyarakat di bawah. Nah, Maluku dipilih oleh para partisipan karena dinilai sukses dalam penyelesaian konflik,” papar Romzee.
Memang diakuinya, konflik di Pattani, sebenarnya bukan konflik horisontal. Tapi mereka takut, lama-lama konflik yang ada berubah menjadi konflik horisontal sesama masyarakat. Ini yang ingin mereka antipasi.
“Karena itu, kami menilai belajar dari Maluku bisa menjadi modal untuk mengantisipasi terjadinya konflik horisontal,” tandasnya.(it-01)