Kadensus 88: Bangun Ketahanan Kampus Untuk Hindari Radikalisme
Ambon, indonesiatimur.co – Kampus adalah lembaga akademis, jadi harus diberikan pemahaman tentang fenomena sosial, baik itu terorisme, radikal, supaya ada pemahaman yang konkrit atau komprehensif, sehingga dalam kajian-kajian yang mereka lakukan sebagai warga kampus, akan didasari oleh argumen-argumen atau fakta-fakta yang baik atau informasi-informasi yang lebih konprehensif.
Hal ini dikatakan Komandan Detasemen Khusus/88, Irjen Pol Marthinus Hukom, kepada wartawan, usai memberikan kuliah umum dengan tema, Menangkal Radikalisme dan Intoleransi di Masyarakat dan Peran Ketahanan Kampus Perguruan Tinggi di Indonesia khusus di Maluku, di Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ukim), Senin (30/01/2023).
“Fenomena mahasiswa menjadi radikal perlu kita cermati, agar kampus ini dapat membangun satu ketahanan kampus untuk menghindari radikalisme di kampus,”terangnya.
Menurutnya, membangun ketahanan kampus merupakan bagian dari membangun kesadaran kolektif masyarakat secara keseluruhan. Tujuannya memberikan pelajaran supaya ada kesadaran.
“Saya memberi suatu kemampuan pikir yang kritis kepada mahasiswa dengan pelajaran-pelajaran yang bersifat ilmu-ilmu kritis seperti filsafat moral, etika, budi pekerti yang kemudian membuat generasi muda kita, mahasiswa ini bisa berpikir kritis, agar mereka dapat melihat, membedah ideologi-ideologi yang datang, tidak bisa kita bendung karena media sosial dan upaya intervensi ke kampus oleh radikal,”tandasnya.
Kadensus 88 tegaskan, kampus tidak menjadi embrio. Kampus adalah wilayah netral, wilayah akademis, dimana kajian-kajian pengetahuan yang tidak harus terintervensi oleh tendensi-tendensi apa-apa. “Alasan kenapa kelompok radikal masuk ke kampus, karena ini adalah pilihan strategis mereka dengan melihat perspek dari orang-orang yang ada di kampus ini yang akan dipersiapkan beberapa tahun kedepan. Seperti fenomena Taliban di Afganistan, mereka bergerak dari ruang-ruang kampus, dan sekarang mereka sudah jadi orang dewasa ,usia 30-60 Tahun lalu mereka menjadi tulang pungung gerakan revolusioner,”urainya.
Okeh karena itu, dirinya menegaskan, hal ini tidak boleh terjadi di negara kita, dan harus menjadi suatu kesadaran.
“Belajar dari historis, belajar dari fenomena global untuk membangun ketahanan kita sendiri,”tegasnya.
Hukom mengakui, potensi yang besar di Maluku adalah proses perdamaian yang ada di Maluku yang harus dibesarkan, bukan potensi radikal yang dibesarkan, tetapi harus membesarkan daya cegah, daya tangkal dari Maluku yang ada dalam sosial kapitalnya Maluku yaitu Pela Gandong. (it-02)