Pekerja Freeport Ancam Mogok

Timika, Indonesiatimur – Karyawan tiga perusahaan yang merupakan kontraktor PT Freeport Indonesia, yaitu PT Jasti Pravita, PT Osato Seike, dan PT Srikandi Mitra Karya mengancam akan melakukan mogok kerja selama sebulan, mulai Selasa (30/4) pukul 06.00 WIT hingga 31 Mei 2013.

Ancaman mogok para pekerja tiga perusahaan itu, yang berjumlah sekitar 1.200 orang, disampaikan tiga Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (SP-KEP)  Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) masing-masing perusahaan itu di Timika, Senin (29/4). Alasan utama mereka, sebagaimana dikemukan Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Jasti Pravita, Irwanto Hassan, adalah karena manajemen tiga perusahaan itu tidak mau menerapkan keputusan Gubernur Papua Nomor 192 tahun 2012 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). Berdasarkan keputusan Gubernur Papua tersebut, yang berlaku sejak 1 Januari 2013, UMSK yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerja dengan basis gaji terendah adalah Rp 11.850 per jam atau sekitar Rp 2.050.000 untuk 173 jam kerja per bulan.

Namun ketiga perusahaan itu sampai saat ini masih memberikan gaji kepada pekerja dengan basis terendah sebesar Rp 7.874 per jam. Kondisi pekerja diupah rendah seperti itu sudah berlangsung puluhan tahun. ” Selama ini terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap pekerja,” kata Irwanto.

Irwanto menegaskan, para pekerja masih membuka diri untuk berdialog dengan manajemen serta pihak-pihak terkait lainnya agar aksi mogok dibatalkan. Namun para memberi syarat, rencana mogok bisa dibatalkan jika masing-masing perusahaan konsekuen menerapkan SK Gubernur Papua Nomor 192 tahun 2012 tentang UMSK. Jika tidak ada titik temu maka mulai Selasa bes0k, seluruh pekerja ketiga perusahaan itu yang selama ini bekerja di area kerja PT Freeport Indonesia mulai dari Tembagapura hingga Pelabuhan Portsite Amamapare akan turun ke Timika.

Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Osato Seike Umar Djabu menegaskan hal yang sama. Umar mengatakan, sejak Februari hingga saat ini, katanya, PUK SP-KEP SPSI ke tiga perusahaan sudah 11 kali melakukan pertemuan dengan manajemen perusahaan masing-masing tetapi tidak menemukan hasil.

Prihal tidak efektifnya keputusan gubernur Papua itu, Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Srikandi Mitra Karya, Karter Anuar Aritonang mempertanyakan kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika yang tidak becus melakukan pengawasan. Aritonang menyayangkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang seakan tutup mata terhadap eksploitasi besar-besaran tenaga kerja di Timika demi kepentingan segelintir orang.

“Ada rekan kami yang bekerja belasan tahun tapi berstatus pekerja harian. Ketika cuti tidak dibayar, ketika sakit tidak dibayar. Mengapa pemerintah tidak menindak perusahaan-perusahaan ini, dan apakah Freeport tidak tahu sementara kami bekerja di area kerja PT Freeport,” kata Aritonang.

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.