Kesehatan Maluku 

Nyaris Tiga Kali Ratisa Residivis -Ini Pandangan Psikolog Tentang Kejiwaannya

Saumlaki, indonesiatimur.co – Kecenderungan sering melakukan tindakan kekerasan, penganiayaan, bahkan pemalsuan dokumen yang berujung pada jeruji besi. Secara psikologis, mantan Ketua Komisi C DPRD Kepulauan Tanimbar Sony Hendra Ratisa, dipertanyakan kondisi kejiwaannya yang menganggap keluar masuk bui (penjara) adalah suatu hal yang wajar.

Psikolog Junita Sipahelut, S.Psi., M.Psi.  angkat bicara. Dia mengatakan, seseorang dalam meluapkan kekecewaan dengan amarah, bukan menjadi sesuatu hal yang salah dilakukan. Sebaliknya, memendam emosi dan amarah akan menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan pada tubuh. Meski baik dilakukan tapi  emosi dan amarah tetap perlu dikendalikan.

Menurutnya, meluapkan emosi dan amarah boleh saja, yang perlu diperhatikan adalah emosi tidak boleh dibiarkan hingga meledak-ledak. Emosi yang meledak-ledak sering dikaitkan dengan salah satu tanda mental tidak stabil. Terlebih jika emosi tersebut muncul karena hal yang sepele dan tidak membutuhkan penyelesaian yang rumit.

“Tak sebatas berkata-kata kasar, seseorang yang meledak-ledak emosinya juga cenderung akan berlaku kasar kepada orang lain, seperti misalnya memukul atau menendang. Inilah mengapa sering sekali terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga atau terhadap pasangan, bahkan juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada lingkup kerja,” tandasnya.

Dikaitkan dengan persoalan Sony Ratisa, yang saat ini sementara menghadapi permasalahan hukum, lantaran yang bersangkutan sudah dua kali berurusan hukum, bahkan saat ini sementara menjalani masa sidang yang tinggal menunggu keputusan inkra. Alhasil Ratisa dikategorikan sebagai residivis atau pengulangan suatu tindak pidana oleh pelaku yang sama, yang mana tindak pidana yang dilakukan sebelumnya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap, serta pengulangan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Kata dosen Psikog pada Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, ini bahwa kemungkinan besar dipengaruhi oleh pemberian hukuman yang terlalu ringan membuat residivis tidak jera apabila keluar dari penjara.

“Kalau saya lihat dan pelajari sih, kemungkinan yang bersangkutan cenderung menganggap apapun tindak pidananya, hakim akan menjatuhkan hukuman yang rendah. Makanya tidak masalah bagi dia jika melakukan tindakan yang nantinya memiliki konsekuensi hukum,” ujarnya. (it-03)

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.