Diskursus Penolakan Pemekaran Papua TengahDaerah Hot Papua Politik 

Ramai Penolakan Pemekaran Papua Tengah

Jakarta, indonesiatimur.co – Berbagai aktivitas penolakan pemekaran Papua Tengah terlihat dilaksanakan beberapa hari terakhir di berbagai wilayah Indonesia oleh berbagai elemen masyarakat. Walaupun tidak memperoleh perhatian besar dari media massa nasional sehingga menjadi bahasan publik secara luas, aktivitas wujud demokrasi tersebut tidak boleh dianggap remeh oleh para elit pengambil keputusan.

Berbagai pemekaran wilayah di seluruh Indonesia marak sejak semangat desentralisasi yang merupakan bagian dari reformasi ditetapkan sebagai Undang-Undang. Secara khusus Undang-undang nomor 45 tahun 1999, mengamanatkan pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

Namun karena berbagai alasan, pemerintah akhirnya kewalahan dan memberlakukan moratorium pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) pada tahun 2014.

 

Perjalanan Wacana Pemekaran Papua Tengah

Pemekaran Papua pertama kali terjadi pada tingkat kabupaten, kemudian Provinsi Papua Barat terbentuk pada tahun 2003 pada pemerintahan Megawati. Kemudian wacana pembentukkan provinsi baru Papua muncul lagi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2013, saat itu diusulkan pemekaran Papua Selatan dan Papua Tengah. Usul tersebut ditolak oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe dengan alasan 60% masyarakat menolak.

Walaupun aturan moratorium pemekaran DOB masih belum dicabut, pembahasan pemekaran Papua Tengah tidak pernah berhenti. Seperti tidak patuh dengan aturannya sendiri, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Tjahyo Kumolo) menyebut bahwa moratorium DOB tidak berlaku bagi Papua karena alasan strategis (CNN, Sept 2019). Ketika itu Tjahyo menindak-lanjuti pembahasan mengenai pemekaran antara Presiden Joko Widodo dengan para tokoh Papua dan Papua Barat.

Hanya dua bulan setelah pertemuan para tokoh Papua dengan Presiden, tujuh bupati menyatakan bersepakat membentuk Provinsi Papua Tengah. Hadir bersepakat pada pertemuan di Kota Timika tersebut, Bupati Nabire, Bupati Mimika, Wakil Bupati Paniai, Bupati Puncak, Bupati Intan jaya, Bupati Dogiyai, dan Wakil Bupati Deiyai. Inti dari kesepakatan berisi 4 point tersebut adalah pendeklarasian Provinsi Papua Tengah di wilayah adat Meepago.

“Ini Pertama kali para bupati berkumpul untuk membahas pembentukan Provinsi Papua Tengah. Kami akan membawa usulan provinsi ini ke pemerintah pusat. Pertemuan ini telah diatur oleh Tuhan, sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang terbaik untuk masyarakat,” jelas Bupati Mimika, Eltinus Omaleng.

Menyusul deklarasi tersebut, Komisi II DPR RI menyatakan dukungannya. Menurut Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, pemekaran provinsi merupakan solusi konkret untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.

“Untuk mempercepat proses peningkatan kesejahteraan dan ekonomi, harus ada penyebaran sentra pelayanan publik dan aktivitas ekonomi. Kita bisa mempercepat terjadinya proses penyebaran sentra-sentra itu, dalam konteks politik namanya pemekaran,” kata Doli.

Rapat koordinasi terakhir dari tim Pemekaran Papua Tengah pada awal Februari ini menetapkan Kota Timika sebagai ibukota Papua Tengah. Pada rapat tersebut, Bupati Mimika, Eltinus Omaleng sempat berkomentar melihat keraguan dari pemerintah pusat.

 

Aspirasi Penolakan Pemekaran Papua Tengah

Selayaknya gagasan apapun di alam demokrasi, maka wacana Pemekaran Papua Tengah ini juga mendapat kritikan dan tentangan. Kritik yang banyak dilontarkan oleh akademisi, peneliti dan pengamat cenderung lebih “lunak” karena perspektif pihak ketiga, sedangkan penolakan keras dilontarkan oleh pihak-pihak yang terkait langsung, yaitu warga masyarakat itu sendiri.

Kritik dari peneliti, akademisi dan pengamat umumnya menyorot aspek pemekaran secara global.

  • Laporan LIPI menyebut bahwa muatan kepentingan elit dalam gagasan pemekaran sudah menjadi rahasia umum. “Kasus gagasan pemekaran Imekko, Sorong Selatan, di mana beberapa elite terindikasi memanfaatkan wacana pemekaran untuk kepentingan Pilkada 2014 dan menduduki jabatan di birokrasi.”
  • Zakki Amali dari Tirto.id pada Maret 2020, secara gamblang memaparkan bahwa Tak ada daerah di Papua yang memenuhi syarat Pemekaran Provinsi
  • Yoseph Bunai menulis di Jubi.id menyorot kegagalan pemerintah daerah meningkatkat kesejahteraan masyarakat dan melakukan kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat Meepago. “Di sini juga terdapat proyek-proyek ilegal yang sedang beroperasi, tetapi tidak dikontrol serius oleh pemerintah setempat, seperti pendulangan emas di Degeuwo (Paniai), lahan kelapa sawit di Yaro-Nabire dan PT Pal-Jalan Trans Timika-Paniai, serta Illegal Logging Perusahaan Kayu di Perbatasan Mimika-Dogiyai.”

Ironinya, Gugus Tugas Papua UGM yang menyebutkan bahwa beberapa persyaratan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Provinsi Papua Tengah memang masih belum terpenuhi, namun justru merekomendasikan intervensi dan perlakuan khusus.

Penolakan pemekaran Papua Tengah sudah sering disuarakan sejak gagasan itu terbit. Namun berbeda dengan wacana pemekaran yang lebih sering jarang keluar dari mulut pejabat atau tokoh, aspirasi penolakan yang disuarakan masyarakat lebih jarang mendapat perhatian publik.

Alasan-alasan penolakan cenderung tidak mengkristal pada alternatif solusi, namun kadang bersinggungan atau menunggang isu lain. Hal ini nampak pada demontrasi yang terjadi beberapa hari lalu. Isu-isu lain yang disuarakan pada demonstrasi penolakan pemekaran Papua Tengah antara lain:

  • Tuntutan pengembalian hak ulayat
  • Penolakan terhadap Otsus Papua Jilid II
  • Penolakan pembangunan  Mapolres baru (Kab Dogiyai)
  • Tuntutan pengadaan referendum
  • Tidak jelas manfaatnya bagi masyarakat

Berikut adalah berbagai rekaman dari aksi penolakan Pemekaran Papua Tengah

Unjuk Rasa Mahasiswa Menolak Pemekaran Papua Tengah Di Depan Kantor Kemendagri

Jangkup mengaku bahwa kedatangan mereka dengan tegas menolak pemekaran Provinsi Papua tengah dan provinsi di bagian lainnya di Papua, karena hal tersebut merupakan kepentingan kapitalis. Kewenangan pemekaran sepenuhnya berada di MRP dan DPRP.

Selain itu mereka juga menuntut untuk segera mengembalikan hak adat masyarakat LEMASA dan LEMASKO ke Suku Amungme dan Kamoro. Pemekaran Papua Tengah akan menyebabkan masyarakat Papua lebih ditindas, karena saat ini 2 provinsi saja kehidupan masyarakatnya sudah seperti ini. Masyarakat Papua belum siap terhadap pemekaran Papua. Tapi Presiden Jokowi langsung memberikan perintah secara sepihak.

Sumber: salampapua.com

 

Penolakan Pemekaran Papua Tengah Dari Mahasiswa Lapago & Meepago di Kalimantan Barat

 

Penolakan Pemekaran Papua Tengah Oleh Forum Mahasiswa Adat Lapago di Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

 

Penolakan Pemekaran Papua Tengah Dari Mahasiswa Meepago di Jogja dan Solo

 

Aksi Damai Masyarakat Dogiyai Menolak Pembangunan Mapolres dan Pemekaran Papua Tengah

Demonstrasi Penolakan Pembangunan Mapolres Dogiyai dan Pemekaran Papua Tengah
Demonstrasi Masyarakat Dogiyai Menolak Pembangunan Mapolres Dogiyai dan Pemekaran Papua Tengah. [Foto Yamoye’AB/Twitter]

Penolakan Pemekaran Papua Tengah Dari Bupati Mamberamo

 

DPRD Kabupaten Dogiyai Dukung Penolakan Pemekaran Papua Tengah

Wakil Ketua I DPRD Dogiyai, Albeth menyatakan DPRD Dogiyai menyampaikan penolakan Pemekaran Papua Tengah di hadapan massa demonstrasi tolak pemekaran
“Kalau masyarakatku tolak pemekaran Provinsi Papua Tengah, maka kami DPRD Dogiyai secara kelembagaan juga ikut mendukung keinginan masyarakat. Jadi kami tolak pemekaran itu,” ujar Simon Petrus Pekei, yang disambut tepuk tangan para pendemo.” [Sumber: jubi.co.id]

Forum Mahasiswa Dan Rakyat 11 Kabupaten Wilayah Adat Lapago Menolak Pemekaran Papua Tengah

 

Kami akan mengikuti dan melaporkan perkembangan diskursus pemekaran Pemekaran Tengah ini dengan hashtag #PapuaTengah. [pico]

 

 

Bagikan artikel ini

Related posts

Komentar anda:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.